2.1.1 Tujuan Respon Radang
Peradangan merupakan fenomena yang menguntungkan dan defensif, yang menghasilkan netralisasi dan eliminasi agen penyerang, penghancuran jaringan nekrotik dan terbentuknya keadaan yang diperlukan untuk perbaikan dan pemulihan. Pada proses upaya pemulihan jaringan, penggantian sel parenkim yang rusak dengan sel baru melalui regenerasi atau menggantinya dengan jaringan ikat.
2.1.2 Cardinal Signs
Cardinal Signs adalah respons tubuh atau tanda-tanda langsung tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Berikut merupakan cardinal signs dan mekanismenya :
Rubor (Kemerahan), seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini menyebabkan kemerahan local pada peradangan akut.
Kalor (Panas), terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan akut. Daerah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada suhu 37°C) dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan ke daerah yang normal.
Dolor (Nyeri), pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan dalam berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamin atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri.
Tumor (Pembengkakan), merupakan pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan intertisisal. Campuran cairan dan sel-sel ini yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi), merupakan bagian yang lazim pada reaksi peradangan. Sepintas meudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, seharusnya berfungsi secara abnormal. Akan tetapi, cara bagaimana fungsi jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.
2.1.3 Fase Hemodinamik dan Fase Seluler
2.1.3.1 Fase Hemodinamik
Perubahan fase hemodinamik (vaskular) pada peradangan akut meliputi vasokontriksi sementara sebagai respons terhadap cedera. Adanya cedera atau reaksi imunologik ini menyebabkan histamin yang tersimpan di dalam sel-sel mast, dilepaskan ke aliran darah. Histamin ini berperan penting pada awal peradangan dan merupakan mediator utama dalam beberapa reaksi alergik yang sering terjadi. pelepasan histamin ke dalam aliran darah ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah yang mengalami cidera. Hal ini mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan dan panas. Peningkatan permeabilitas vaskular, memungkinkan cairan yang kaya akan protein bocor keluar dan masuk ke dalam daerah cedera. Hal ini mengakibatkan pembengkakan jaringan dan nyeri.
2.1.3.2 Fase Selular
Ketika arteriol berdilatasi pada awal peradangan akut, aliran darah ke daerah peradangan meningkat. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan cairan bocor keluar dan hanya menyisakan unsur-unsur darah seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sehingga viskositas darah meningkat. akibatnya, sirkulasi di daerah peradangan melambat, menyebabkan marginasi leukosit (pavementing) yaitu pergerakan leukosit ke bagian perifer arus di sepanjang dinding kapiler. Leukosit ini kemudian mulai melekat pada endotel. leukosit bergerak secara ameboid, dan terlihat memiliki kemampuan mengulurkan pseudopodi ke dalam ruang yang mungkin ada diantara dua sel endotel. Kemudian, secara bertahap leukosit ini keluar dari pembuluh kapiler dalam waktu beberapa menit. peristiwa ini disebut emigrasi (diapedesis). Leukosit yang keluar kemudian bergerak ke daerah peradangan secara teratur karena adanya sinyal kimia. Peristiwa ini disebut kemotaksis. Beberapa agen yang dapat memberikan sinyal kemotaktik untuk menarik leukosit meliputi agen-agen infeksius, jaringan rusak dan zat-zat yang diaktifkan di dalam fraksi plasma yang bocor dari aliran darah.
2.1.4 Radang akut dan radang kronik
Pada dasaranya jenis-jenis radang terbagi menjadi: radang akut, radang sub-akut dan kronik. Dalam radang akut proses penyembuhan berlangsung dalam waktu 3 hari sampai 3 minggu dan biasanya tidak meninggalkan bekas kerusakan. Neutrophils adalah jenis sel yang mendominasi area radang. Radang kronis berlangsung dalam hitungan minggu, bulan atau bahkan tahun. Agen penyebab lukatetap melukai atau terus melukai jaringan . jenis-jenis sel dominan yang berada di lokasi radang adalah lymphocytes dan macrophages. Proses radang kronis dapat bersifat melemahkan dan bisa juga mematikan. Waktu dan tingkat kekronisan radang dapat berdampak pada alterasi respons kekebalan tubuh.
Perbedaan antara radang akut dengan radang kronis adalah radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema dan inflitrasi neutrofil dalam jumlah besar, sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit dan sel plasma), destruksi jaringan dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).
2.1.5 Tipe-tipe dan Fungsi Mediator Radang
Pada proses radang, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun reaksi yang terjadi sama. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya zat mediator kimia yang menentukan reaksi yang terjadi. Mediator dapat berasal dari plasma atau dari sel.
Mediator asal sel, sumbernya berasal dari trombosit, netrofil, monosit/ makrofag dan sel mast dan dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu sebagai granula dalam sel yang siap pakai dan bentuk yang harus disintesis terlebih dahulu bila ada stimulus.
Mediator ini dapat dibagi menjadi 5 kelompok:
Amin vasoaktif, ada dalam sel mast, basofil dan trombosit, dan keluar dari sel apabila ada reaksi imunologik, reaksi anafilaksis,dan lain sebagainya. Zat ini berperan saat permulaan proses radang dan menyebabkan pelebaran pembuluh darah serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Metabolit yang berasal dari asam arakidonat, misalnya prostaglandin, lekotren, zat lipid yang bersifat kemotaktik. Prinsip kerja zat-zat ini meliputi vasokontriksi, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas, dan kemotaksis.
Limfokin, merupakan zat aktif hasil sel-T akibat reaksi imunologik. Termasuk kelompok ini ialah interferon dan interleukin. Interferon mempunyai kemampuan anti viral dan anti tumor.
Nitrogen monoksida, merupakan mediator yang baru ditemukan dan dihasilkan oleh sel endotel dan makrofag. Mediator ini mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah.
Radikal bebas yang berasal dari oksigen, menimbulkan kerusakan pada jaringan karena zat-zat ini menyebabkan kerusakan sel endotel yang secara tidak langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas serta tidak aktifnya antiprotease sehingga kerusakan jaringan akan makin luas.
Mediator asal plasma, ada dalam bentuk prekursor dan perlu diaktifkan untuk dapat berfungsi.
Sistem kinin, menghasilkan bradikinin dan proses fibrinolisis atau koagulasi. Bradikinin meningkatkan permeabilitas kapiler, vasokonstriksi otot polos dan vasodilatasi pembuluh darah. Proses fibrinolisis berfungsi untuk menjerat kuman.
Sistem komplemen, membentuk C3a, C5a, dan C5b yang mempunyai efek kemotaktik pada netrofil. Efek lainnya adalah meningkatkan permeabilitas pembuluh darah serta mempunyai peranan dalam fagositosis berupa opsonisasi.
2.1.6 Tipe-tipe Eksudat Radang
Tipe-tipe eksudat yang terbentuk menimbulkan berbagai pola peradangan. Tipe-tipe eksudat ini dibagi menjadi 2 yaitu non selular dan selular.
2.1.6.1 Eksudat Non selular
Eksudat serosa, merupakan jenis eksudat yang paling sederhana. Eksudat serosa terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang permeable di daerah peradangan bersama dengan cairan yang menyertainya. Contoh dari eksudat serosa adalah luka lepuh.
Eksudat fibrinosa, terbentuk saat protein yang keluar dari pembuluh darah di daerah peradangan mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi benang-benang fibrin eksudat ini sering ditemukan diatas permukaan serosa yang meradang.
Eksudat musinosa, dapat terbentuk diatas permukaan membran mukosa, tempat sel-sel menyekresi musin. Eksudat mukosa tidak lebih merupakan percepatan fisiologis dasar, misalnya pilek.
2.1.6.2 Eksudat Selular
Eksudat neutrofilik, dibagi menjadi dua yaitu:
Purulen, merupakan suatu keadaan dimana eksudat terdiri dari jumlah PMN yang sangat banyak sehingga lebih menonjol daripada bagian cairan dan proteinosa. Eksudat ini terbentuk sebagai respon terhadap infeksi bakteri, cedera aseptik dan terjadi pada sel nekrotik.
Supuratif merupakan infeksi bakteri menyebabkan konsentrasi PMN meninggi yang tertimbun di dalam jaringan. Kombinasi agregasi neutrofil dan pencairan jaringan-jaringan dibawahnya disebut dengan supuratif.
Eksudat Campuran, misalnya eksudat fibrinopurulen. Eksudat fibrinopurulen menandakan dalam eksudat tersebut mengandung fibrin dan PMN yang cukup mendominasi.
Komentar
Posting Komentar