Langsung ke konten utama

TRANSKULTURAL DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
3.1.1 Keperawatan Transkultural dan globalisasi dalam pelayanan kesehatan
            Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, keyakinan, sikap dan kebiasaan yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Spector, 2000). Budaya juga menentukan persepsi tentang kesehatan, bagaimana informasi perawatan kesehatan diterima, bagaimana hak dan perlindungan dilaksanakan, apa yang dianggap sebagai masalah kesehatan dan bagaimana gejala serta kekhawatiran mengenai masalah kesehatan diungkapkan, siapa yang harus memberikan pengobatan dan bagaiman, serta jenis pengobatan apa yang harus dilakukan (Kozier, 2010).
            Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan (budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai pelayanan budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara perawat dan pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima aturan pelajar atau teman sekerja dengan klien dan keluarganya dalam bentuk karakteristik arti dan keuntungan dalam pelayanan (Leininger, 2002).
            Pelayanan kompeten secara budaya adalah kemampuan perawat menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya yang berbeda, serta membuat klien dan keluarganya mencapai pelayan yang penuh arti dan suportif. Contohnya, perawat yang mengetahui tentang kebudayaan kliennya, maka perawat memerlukan dukungan dalam menyesuaikan keadaan klien. Klien juga membutuhkan informasi, perundingan, dan permintaan.

Kompetensi budaya adalah proses perkembangan kesadaran budaya, pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan. Perawat harus bisa mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus memiliki pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok. Keterampilan budaya termasuk pengkajian social maupun budaya yang mempengaruhi pengobatan dan perawatan klien. Pertemuan sebagai mediapembelajaran. Keinginan sebagai motivasi dan komitmen pelayanan.
Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan. Konflik budaya yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran bahwa cara hidup yang dianut lebih baik dibandingkan dengan budaya lain. Hal ini menyebabkan adanya pilihan untuk mengabaikan budaya dan menggunakkan nili-nili dan gaya hidup mereka sebagai petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku mereka.
Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin besar. Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat terjadi. Perawat yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan terhadap kondisi yang ada akan menyebabkan penurunan kualitas pada pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan  dibutuhkannnya peningkatan terhadap profesi keperawatan. Peningkatan pengetahuan, koordinasi antar profesi atau tenaga kerja kesehatan lain sangat diperlukan. Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi globalisasi terutama dalam pelayanan kesehatan.
3.1.2 Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Jika pemahaman mengenai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda antar klien baik, maka akan dapat meningkatkan pemberian asuhan keeperawatan secara efektif. Kozier (2004) menjelaskan beberapa konsep yang berhubungan dengan asuhan keperawatan transkultural ini.
a)   Subkultur
Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai suatu identitas yang berbeda. Namun masih dihubungkan dengan suatu kelompok yang lebih besar.
b)      Enkultural
Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang menggabungkan (persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai (Giger & Davidhizar, 1999).
c)      Keanekaragaman
Keanekaragaman menunjuk pada fakta atau status yang menjadikan perbedaan. Diantaranya, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, etnik kebudayaan, status ekonomi-sosial, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
d)     Akulturasi
Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri budaya lain. Anggota dari sebuah kelompok budaya yang tidak dominan seringnya terpaksa belajar kebudayaan baru untuk bertahan. Hal ini juga dapat didefinisikan sebagai perubahan pola kebudayaan terhadap masyarakat dominannya (Spector, 2000).
e)      Asimilasi
Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang identitas kebudayaannya. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota dari kebudayaan yang dominan. Beberapa aspeknya, seperti tingkah laku, kewarganegaraan, ciri perkawinan, dan sebagainya. Di sini, seseorang atau kelompok kehilangan beberapa kebudayaan aslinya untuk kemudian membentuk kebudayaan baru bersama dengan yang lain. Hal ini ditujukan untuk membentuk interaksi yang baik.

Ada beberapa faktor kebudayaan yang menjadi pertimbangan toleransi, diantaranya:
1.                  Ras
Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan karakteristik biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang dengan ras yang sama, umumnya mempunyai banyak persamaan karakter. Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua orang dengan ras yang sama memiliki kebudayaan yang sama pula.


2.                  Prasangka
Prasangka merupakan sebuah kepercayaan negatif atau kecenderungan yang menyamaratakan pada satu kelompok dan hal tersebut akan menuntut pada dakwaan. Hal ini terjadi karena orang yang berprasangka tidak mengetahui penuh budaya orang yang diprasangkai atau orang tersebut membuat penyamarataan pandangan berdasarkan pengalamannya dengan seorang individu dari kelompok tersebut terhadap semua anggota kelompok itu.
3.                  Stereotipe
Stereotipe adalah menyamakan seluruh anggota dari sebuah kebudayaan atau kelompok etnik bahwa mereka semua mirip/ sama. Stereotipe mungkin berdasarkan penyamaan yang ditemukan pada penelitian atau mungkin tidak berhubungan dengan kenyataan. Di sini, perawat harus tahu bahwa tidak semua orang dari kelompok tertentu memiliki kepercayaan kesehatan yang sama, praktik dan nilai yang sama pula.
4.                  Diskriminasi
Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan individu atau kelompok berdasarkan kategori, seperti ras, etnik, jenis kelamin, dan kelas sosial. Terjadi jika seseorang bertindak merugikan atau menyangkal hak pokok individu lain atau lebih.
5.                  Culture Shock
Culture shock adalah suatu guncangan atau ketidaknyamanan yang terjadi sebagai respons atas pergantian/ perpindahan dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Ini terjadi jika seseorang pindah dari satu lokasi geografi ke lokasi lain atau berimigrasi ke negara baru.


Salah satu cara untuk menganalisis keyakinan adalah dengan menggunakan heritage consistensy. Heritage consistensy dikembangkan oleh Estes dan Zitzaw (1980). Teori ini menggambarkan tingkat gaya hidup yang mencerminkan konteks kultural (Potter & Perry, 2009). Hal ini memungkinkan kita mengkaji keyakinan tentang kesehatan dengan menentukan ikatannya dengan keyakinan tradisionalnya.
A.                Budaya
            Budaya menggambarkan sifat nonfisik, seperti keyakinan, sikap atau adat-istiadat suatu masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Budaya merupakan kumpulan keyakinan, kebiasaan, praktik, kesukaan, norma, adat-istiadat, ketidaksukaan dan ritual yang dipelajari dari keluarga selama sosialiasasi bertahun-tahun (Potter & Perry, 2009). Di dalam budaya tidak hanya terbatas pada komunikasi lisan, tetapi juga yang lain. Contoh, cara membuat kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
B.                 Etnisitas
            Etnisitas adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur sosial umum dan warisan budaya (Potter & Perry, 2009). Karakteristik dari suatu etnik mencakup bahasa dan dialek, status perpindahan, suku bangsa, dan kepercayaan serta praktek religius. Sehingga, etnisitas sangat kompleks, sukar dipahami dan didefinisikan dengan kurang jelas.
C.                 Religi
            Religi adalah keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau di luar kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta ((Abramsom, 1980) dalam Fundamental Keperawatan). Nilai religi berfungsi untuk mengklarifikasi etnisitas lebih jauh.
Klien berasal dari budaya yang berbeda. Di dalamnya mencakup latar belakang etnis, keagamaan, dan budaya. Konsistensi warisan budaya ini membantu cara pemahaman terhadap klien bagaimana mereka menginterpretasikan kesehatan atau penyakit dengan cara modern atau tradisional.
Selain heritage consistensy, ada 6 fenomena kultural yang diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini terdiri dari:
1.      Kontrol Lingkungan
Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor keturunan langsung (Giger & Davidhizar, 1995). Di dalamnya mencakup keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit, pengobatan tradisional dan penggunaan penyembuh tradisional. Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien berespons terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan.
2.      Variasi Biologis
      Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi biologis berbeda dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh signifikan yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:
-          Struktur dan bentuk tubuh
-          Warna kulit
-          Variasi enzimatik dan genetik
-          Kerentanan terhadap penyakit
-          Variasi nutrisi
3.      Organisasi Sosial
      Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal berperan penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka. Proses sosialisasi ini menjadi suatu bagian warisan yang diturunkan dan mengacu pada unit keluarga dan organisasi kelompok sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien.
4.      Komunikasi
      Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal terpenting dalam memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan berpengaruh pada setiap aspek dan tahapan asuhan keperawatan. Ketidakberhasilan berkomunikasi secara efektif akan membuat penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien. Bahkan bisa lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat memahami apa yang sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus dijelaskan dengan jelas dan terang terutama klien yang mempunyai keterbatasan ketrampilan dalam bahasa perawat.
5.      Ruang
      Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan pada ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu sikap yang ditujukan pada area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau reaksi emosional ketika orang-orang lain memasuki area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya. Perawat harus berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak berhubungan dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif terhadap respons klien berkenaan dengan ruang personal ini. Misalnya, saat memberikan asuhan keperawatan yang mengharuskan perawat menyentuh tubuh klien.
6.      Orientasi Waktu
      Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Perawat yang mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu mungkin menemukan kesulitan untuk memahami dan merencanakan asuhan keperawatan terhadap klien yang mempunyai orientasi waktu yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat menjadi hal penting dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka panjang dan penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya keteraturan minum obat pada penderita tekanan darah tinggi.
Dari banyak penjelasan di atas, asuhan keperawatan transkultural memang sangatlah kompleks. Sebelum kita membuat perencanaan dan tindakan perawatan, kita perlu mengetahui konsep, prinsip, fenomena, dan faktor-faktor lain yang dapat dijadikan pertimbangan yang berhubungan dengan budaya ini. Diharapkan, setelah kita mengetahuinya, kelak asuhan keperawatan yang kita berikan terhadap klien akan efektif dan berlangsung dengan lancar.


3.1.3 Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya
Penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan pandangan dan interprestasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, berdasarkan keyakinan sosial-budaya dan agama klien sehingga terjalin hubungan baik. Hubungan ini akan meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang aman dan efektif secara budaya.
Karena terdapat rentang yang luas tentang keyakinan dan praktik kesehatan yang berlatar belakang etnik, budaya, sosial dan agama dari individu, keluarga atau komunitas. Klien dapat mengantisipasi saat mengalami suatu penyakit dengan pendekatan modern ataupun pendekatan tradisional, dapat juga menggunakan kedua pendekatan tersebut.
Hubungan dan komunikasi transkultular terjadi ketika setiap individu berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain melalui budayanya. Setelah mencapai kultular, perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor budaya klien sepanjang proses keperawatan.
Heritage Consistency adalah melihat akulturasi sebagai suatu kontinum. Dengan menggunakan teori ini, dikaji tingkat diamana masyarakat menjadi bagian dari kultur dominan dan tradisional.
-    Budaya, menggambarkan sifat non-fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap atau adat istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
-    Etnisitas, rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok sosial dan warisan budaya.
-    Religi, keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau diluar kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta (Abramsom, 1980).

Keyakinan Tradisional Tentang Kesehatan Penyakit
Keyakinan kesehatan tradisional tentang penyebab dari suatu penyakit dapat sangat berbeda dengan model epidemiologi orang barat sehingga penting untuk memahami epidemiologi tradisional, atau penyebab penyakit di dalam sistem keyakinan. Dalam model epidemiologi orang barat, penyebab suatu penyakit mungkin stress dan maladaptasi, virus, bakteri atau karsinogen. Pada model epidemiologi tradisional, terdapat perbedaan yang sangat menonjol tentang agens penyebab, termasuk kekosongan jiwa, mantra, mata setan dan guna-guna yang dapat disebabkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membuat orang lain sakit. Orang yang percaya dengan kekuatan ini harus dihindari, termasuk iri, benci atau cemburu.

Praktik Tradisional
Pengobatan rakyat terus ada, sejalan dengan tekanan yang harus meningkat dari pengobatan modern yang telah diturunkan dari sekolah kedokteran dan generasi sebelumnya. Praktik rakyat dahulu hanya memiliki bagian yang telah diabaikan oleh sistem keyakinan perawatan kesehatan modern. Berikut ini adalah keragaman dari pengobatan rakyat tradisional (Yoder, 1972).
1.                  Pengobatan Rakyat Alamiah
Pengobatan rakyat alamiah adalah salah satu penggunaan lingkungan alamiah dan menggunakan herbal, tumbuhan, mineral dan substansi hewan untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Umumnya pengobatan ini ditemukan pada ramuan tradisional tradisional dan obat-obatan rumah tangga. Aspek umum dari penggunaan herbal adalah pengetahan bahwa segala yang terdapat di alam merupakan sumber terapi. Secara umum, tradisi pengobatan rakyat yang menggambarkan tahun dimana herbal itu dipetik; cara herbal itu dikeringkan; dan metode; jumlah; dan frekuensi penggunaan.
2.                  Pengobatan Rakyat Magisoreligius
Salah satu contoh dari pengobatan ini adalah bentuk penyembuhan keagamaan tidak resmi. Dalam praktik ini lues, jimat, air suci dan manipulasi fisik digunakan dalam upaya penyembuhan penyakit.

Penggunaan Benda Pelindung
Jimat adalah benda dengan kekuatan magis. Jimat dikenal dengan perlindungan yang dikenal oleh semua masyarakat di seluruh dunia dan berkaitan dengan perlindungan terhadap masalah (Budge, 1978). Seseorang juga ada yang menggunakan talisman atau benda keagamaan lainnya yang telah disucikan. Tulisman diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa dan dapat dipakai dengan tali mengelilingi pinggang atau dibawa di dalam saku baju atau tas. Orang yang mengenakan jimat atau tulisman harus diperbolehkan untuk melakukannya di lembaga perawatan tempat ia dirawat.
Penggunaan Makanan
Banyak orang percaya bahwa sistem tubuh terjaga keseimbangannya dengan memakan tipe makanan tertentu, sehingga terdapat banyak makanan dan kombinasi makanan yang dianggap tabu. Seperti contoh, dipercaya bahwa beberapa bahan makanan dapat dimakan untuk mencegah penyakit. Orang dari banyak latar belakang etnik memakan bawang putih atau memakainya ditubuh mereka atau menggantungkannya di rumah untuk tujuan ini.
Praktik Religius
Pendekatan tradisional lain terhadap pencegahan penyakit berpusat pada sekitar agama termasuk praktik nseperti membakar lilin, ritual penebusan dan sembahyang. Banyak orang percaya bahwa penyakit dapat dicegah dengan mengikuti secara ketat aturan, moral dan praktik serta memandang penyakit sebagai hukuman terhadap pelecehan religius.
Ramuan Tradisional
Ketika seseorang menggunakan obat-obatan yang berasal dari warisan budaya etnokultular mereka,maka penggunaan obat-obatan ini disebut pengobatan alternatif. Sifat farmasitis dari vegetasi tumbuhan, akar0akaran, batang, bunga, biji dan herbal telah banyak diteliti, dicoba, dibuatkan katalog dan digunakan di banyak Negara.
Penyembuh (Dukun)
Dalam komunitas tertentu, orang tertentu dikenal mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Dukun dianggap mendapat anugerah dari Tuhan. Banyak contoh seseorang dengan warisan budaya konsisten terlebih dahulu berkinsultasi dengan dukun sebelum ia berhubungan dengan pemberi perawatan kesehatan modern. Terdapat banyak perbedaan antara dokter Barat dengan dukun tradisional (Kaptchuk & Croucher, 1987) Hubungan antara seseorang dengan dukun sering lebih dekat dibandingkan dengan tenaga perawatan kesehatan professional. Orang vmenganggap dukun sebagai seseorang yang mampu memahami masalah dalam konteks kultural, berbicara dengan bahasa yang sama, dan memiliki pandangan yang sama tentang dunia.

Faktor Kultural dan Proses Keperawatan
1.         Pengkajian Komunitas
        Perawat harus memberikan perawatan yang sensitif dan kompeten secara kultular di komunitas.
2.         Diagnosa Keperawatan
        Mengelompokkan data yang relevan dan mengembangkan diagnose keperawatan aktual dan potensial yang berhubungan dengan kebutuhan kultular dan etnik klien.
3.         Perencanaan
        Perawat sekali lagi mempertimbangkan variable kultular yang berkaitan klien yang melibatkan keluarga besar dalam proses perawatan.
4.         Implementasi
        Perawat mengetahui perawatan seperti apa yang dianggap klien sesuai dengan mereka dan melibatkan keluarga tentang harapan mereka.
5.         Evaluasi
        Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan dengan menentukan sejauh mana tujuan dan hasil yang diharapkan dari perawatan telah terpenuhi.



3.2. Aplikasi transkultural pada beberapa masalah kesehatan
        3.2.1. Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan secara tiba-tiba, melainkan akumulasi dari sesuatu penyakit hingga akhirnya menyebabkan penyakit itu sendiri. (Kalbe medical portal) Penyakit kronik ditandai banyak penyebab. Contoh penyakit kronis adalah diabetes, penyakit jantung, asma, hipertensi dan masih banyak lainnya. Ada hubungan antara penyakit kronis dengan depresi. Depresi adalah kondisi kronis yang mempengaruhi pikiran seseorang, perasaan dan perilaku sehingga sulit untuk mengatasi peristiwa kehidupan sehari-hari.  (Andres Otero-Forero, Queensland Transcultural Mental Health Centre).
Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab depresi itu sendiri kompleks, terkait dengan lingkungan interaksi seseorang maupun kepribadiaannya sendiri. Beberapa faktor penyebab umum adalah:
• Faktor herediter
• Trauma 
• Isolasi atau kesepian
• Pengangguran
•  konflik Keluarga
• Kesulitan penyelesaian
• Stres
• Nyeri

Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis pengobatannya. Untuk depresi ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam kasus depresi parah, dianjurkan untuk mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan yang muncul menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi adalah manajemen diri. Manajemen diri mengacu pada strategi orang menggunakan untuk berurusan dengan kondisi mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan, sikap atau tujuan dalam mengambil atau membuat keputusan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini amat beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan tradisional juga merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana yang telah dijadikan sebagai salah satu cara pengobatan. Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati suatu penyakit kronik. Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1.      Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya dimasak sebanyak setengah gelas.
2.      Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan ke seluruh tubuh.
3.      Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu kepala (Jawa: tuma) tiga kali sehari untuk pengobatan penyakit kuning.

Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-bahan herbal. Herba sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati penyakit-penyakit kronik, seperti hepatitis, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu, kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya dan tanaman pare juga dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat menyebuhkan diabetes melitus. Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang meyakini bahwa pengobatan medis bukan satu-satunya cara mengobati penyakit kronik. Misalnya, di Afrika, penduduk Afrika masih memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit. Mereka menganggap bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk yag akan dibeli, bahkan mereka menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal seperti ini juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.
           

3.2.2 Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri menurut keperawatan adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan pengkajian tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
1.      Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan menyebabkan nyeri berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu badan lurus dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan dapat meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.
2.      Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada beberapa obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat yang diberikan oleh dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang digunakan oleh masyarakat Batak.
3.      Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun, harus diperhatikan bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap mempertahankan baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural sebaiknya dikonsultasikan kepada pihak medis agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

3.2.3 Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental
Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat. Adanya variasi yang luas dari kelompok sindroma dan nama-nama untuk menyebutkannya dalam berbagai masyarakat dunia, Barat maupun non-Barat, telah mendorong para ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan bahwa penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu hasil dari angota-anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa mereka membutuhkan sarana untuk menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan tingkahlaku sesama mereka yang menyimpang atau yang berbahaya, tingkahlaku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan tingkahlaku mereka sendiri. Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-semata suatu masalah sosial belaka. Memang benar-benar ada gangguan dalam pikiran, erasaan dan tingkahlaku yang membutuhkan pengaturan pengobatan.(Edgerton 1969 : 70). Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-barat lebih dijelaskan secara personalistik daripada naturalistik.
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua kategori besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika Latin dan merupakan angan-angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh, setan, atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan pemikiran-pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen. Kebanyakan pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-tabib yang sudah dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental, hampir seluruh masyarakat desa mendatangi dukun-dukun karena mereka percaya bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan oleh gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh tubuh pasien. Ada juga yang melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa sesajen seperti, berbagai macam bunga atau binatang ternak.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah seorang wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu yang bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku abnormal tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam masyarakat mereka, kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka dan sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-budaya umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada tahapan penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476).
3.3. Kasus Kesehatan
3.3.1 Defini Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah bertambahnya jumlah gula darah di dalam tubuh seseorang karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak cukup untuk menyeimbangkan kadar gula yang masuk. Faktor pemicu tingginya penyakit ini karena pola makan yang tidak sehat, kurang aktivitas gerak, merokok, serta gaya hidup. Penyakit ini biasanya diderita oleh orang Jawa karena kebiasaan orang Jawa yang menyukai masakan atau minuman yang manis.
Menurut WHO (1985), kadar gukosa normal dalam darah kapiler pada waktu puasa tidak melebihi 120 mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl.
Batasan kadar glukosa darah dalam mg/dl.
Golongan Klinik
Kadar Glukosa Darah
Darah Vena
Darah Kapiler
Plasma Vena
Diabetes Mellitus



a. Puasa
≥120
≥120
≥140
b. 2 jam setelah makan
≥180
≥200
≥200
Toleransi gula terganggu



a. Puasa
<120
<120
<140
b. 2 jam setelah makan
>120 - ≤180
>120 - ≤200
>140 - ≤200
Sumber: WHO (1980)

  3.3.2 Karakteristik, Gejala dan Tanda Diabetes
Ada beberapa tanda dan gejala diabetes melitus yang dapat kita kenali sebagai gejala umum yang terjadi pada pengidap diabetes. Meskipun demikian, tidak semua tanda dan gejala akan dialami oleh penderita diabetes. Tanda dan gejala diabetes adalah sebagai berikut.
1.              Jumlah urin yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria).
2.              Sering atau cepat haus (Polydipsia).
3.              Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia).
4.              Urin mengandung kadar gula yang tinggi (Glycosuria).
5.              Penurunan berat badan secara mendadak.
6.              Rasa kebas pada ujung saraf di telapak tangan dan kaki.
7.              Cepat lelah dan lemas.
8.              Mengalami rabun penglihatan.
9.              Luka lambat sembuh.
10.          Mudah terjangkit penyakit, terutama di kulit.
Karakteristik dibetes merupakan ciri-ciri yang dapat menggambarkan kondisi fisik penderita diabetes melitus. Pemeriksaan dapat dilakukan pada orang-orang yang berisiko terkena DM, seperti usia >45 tahun, BBR >120% dengan IMT 23 kg/m2, penderita hipertensi (140/90 mmHg), mempunyai riwayat abortus berulang-ulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi lahir >4000 gr, kolesterol HDL <35 mg/dl, atau kadar trigliserida >250 mg/dl (PERKENI, 2002).
Djokomoeljanto (2002) menjelaskan bahwa diabetes melitus dapat teradi pada usia lebih dari 40 tahun, obesitas atau kegemukan, hipertensi, adanya hislipdemia atau gangguaun pada lemak, terdapat luka, penyakit cardiovaskuler, atau TBC positif yang sulit sembuh.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya defek sekresi insulin dan atau adanya resistensi insulin. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak tekendali, maka akan menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan, dan amputasi.
Terjadinya defek sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya, untuk memperoleh sumber energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan tugasnya, otot dan jaringan lemak akan memecah cadangan energi yang terdapat dalam dirinya sendiri melalui proses glikogenesis dan lipolisis. Proses glikogenesis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringa lemak akan berkurangsehingga terjadilah penurunan berat badan.
3.3.3 Tipe Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dibedakan menjadi dua tipe, yaitu diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Penderita DM tipe 1 adalah jika tubuh sepenuhnya tidak dapat memproduksi hormon insulin sedangkan penderita DM tipe 2 adalah jika tubuhnya masih dapat memproduksi insulin, namun insulin yang dihasilkan tidak cukup atau karena kurangnya sensitivitas jaringan tubuh terhadap insulin. Hanya 5-10% dari penderita DM tipe 1 dan sisanya adalah penderita DM tipe 2.
3.3.4 Mekanisme dan Komplikasi Jangka Panjang Diabetes
Diabetes melitus secara umum terjadi karena adanya proses patogenesis. Ini bersamaan dengan rusaknya autoimun pada sel beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin hingga menjadi abnormal yang menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin. Dasar dari ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada penderita diabetes merupakan akibat dari berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya hasil kerja insulin adalah dari tidak cukupnya sekresi insulin dan atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam jalur kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi pada pasien yang sama, dan itu menjadi tidak jelas apa kelainannya, jika hanya salah satu saja, penyebabnya adalah hiperglikemia.
Gejala hiperglikemia meliputi poluiria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang dengan polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahayanya, ancaman hidup dari akibat diabetes adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati dengan potensi hilangnya penglihatan; nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi Charcot, dan neuropati otonom yang menyebabkan gejala gastrointestinal, Genitourinari, kardiovaskuler dan disfungsi seksual. Glikasi protein jaringan dan makromolekul lainnya serta kelebihan produksi senyawa poliol dari glukosa adalah salah satu mekanisme berpikir untuk menghasilkan kerusakan jaringan dari hiperglikemia kronis. Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan komplikasi atherosklerosis, pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular. Hipertensi, kelainan metabolisme lipoprotein, dan penyakit periodontal sering ditemukan pada penderita diabetes. Dampak emosional dan sosial diabetes dan tuntutan terapi dapat menyebabkan disfungsi psikososial yang signifikan pada pasien dan keluarganya.
  3.3.5 Pola Makan dan Gaya Hidup untuk Penderita Diabetes
Pola makan pada penderita diabetes harus benar-benar diperhatikan. Baik jadwal, jumlah, maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Kebutuhan makanan bagi penderita penyakit diabetes tidak hanya sekedar mengisi lambung. Tetapi, makanan tersebut harus mampu menjaga kadar gula darah penderita diabetes itu sendiri. Mengingat, penderita diabetes biasanya memiliki kecenderungan kandungan gula darah yang tidak terkontrol. Kadar gula darah akan meningkat drastis setelah mengkonsumsi jenis makanan tertentu. Oleh sebab itu, pola makan dan jenis makanan penyakit diabetes ini harus diatur sedemikian rupa.
A.    Jadwal Makan
Jadwal makan yang dianjurkan bagi penderita diabetes adalah enam kali makan dalam sehari. Dengan ketentuan tiga kali makan besar dan tiga kali makan ringan. Hal tersebut dimaksudkan agar lambung tidak kosong dan asupan gula dalam tubuh tetap stabil, tidak melonjak drastis dan juga tidak turun sangat rendah. Berikut ini adalah contoh pengaturan jadwal makan penderita penyakit diabetes :
1.    Makan besar I (Sarapan pagi) : pukul 07.00
2.    Makan ringan I (Snack) : pukul 10.00
3.    Makan besar II (Makan siang) : pukul 13.00
4.    Makan ringan II (Snack) : pukul 16.00
5.    Makan besar III (Makan malam) : pukul 19.00
6.    Makan ringan III (Snack) : pukul 22.00
Jadwal makan ini harus benar-benar dipatuhi oleh penderita diabetes. Usahakan makan tepat waktu. Mengingat jika terjadi keterlambatan atau makan tidak teratur maka dikhawatirkan terjadi hipoglikemia (penurunan kadar gula darah). Gejala hipoglikemiaini ditandai oleh timbulnya pusing, mual dan pingsan pada penderita diabetes. Jika gejala ini terjadi maka sebaiknya penderita diberi minum air gula untuk mengembalikan keseimbangan gula dalam darah.
B.     Porsi Makanan
   Prinsip yang harus dipegang dalam mengatur porsi makanan adalah porsi makanan yang dikonsumsi tidak perlu banyak, namun harus sering. Oleh sebab itu, jadwal makan diatur sedemikian rupa hingga enam kali dalam sehari. Berikut ini adalah anjuran porsi makanan yang harus diberikan pada penderita diabetes :
1.         Makan pagi : 20% dari total kebutuhan kalori dalam satu hari
2.         Makan ringan I : 10% dari total kebutuhan kalori dalam satu hari
3.         Makan siang : 25% dari total kebutuhan kalori dalam satu hari
4.         Makan ringan II : 10% dari total kebutuhan kalori dalam satu hari
5.         Makan malam : 25% dari total kebutuhan kalori dalam satu hari
6.         Makan ringan III : 10% dari total kebutuhan kalori dalam satu hari

C.     Jenis makanan
Beberapa contoh makanan yang sebaiknya dihindari oleh penderita diabetes dan yang memicu menaikkan kadar gula darah, yaitu mie, pasta, nasi, kafein, kentang, roti putih, the manis, dan makanan yang digoreng. Sedangkan jenis makanan yang dianjurkan bagi penderita diabetes bersuku jawa yang menyukai makanan manis, seperti minyak zaitun, apel, jeruk bali, kentang, stroberi, tomat, alpukat, wortel, dan susu.
Gaya hidup yang sehat dapat dicapai dengan mengatur:
·       Berat badan yang seimbang
·       Manajemen stress
·       Cukup tidur
·       Hindari rokok
·       Hindari minuman beralkohol
·       Hindari narkoba
·       Olahraga yang teratur
·       Melakukan medical check up secara teratur
·       Berkonsultasi dengan dokter apabila mengalami gangguan kesehatan.

Menurut Leininger (2002), keperawatan transkultural sebagai penelitian perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan (budaya-tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuannya untuk membentuk pelayanan yang sesuai dengan pola nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Sehingga apabila perawat menemukan berbagai pasien dengan budaya yang berbeda-beda, perawat tahu dengan pendekatan apa dan bagaimana yang akan ia gunakan.













BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.        Keperawatan transkultural merupakan suatu tindakan pelayanan kesehatan yang berfokus kepada analisis dan perbandingan tentang perbedaan budaya.
2.        Perawat diharapkan dapat memiliki kemampuan dalam memahami pasien lebih mendalam sehingga dalam memberikan kesimpulan interpretasi selama penilaian dapat berjalan dengan tepat dan sesuai dengan landasan teori dan praktik keperawatan.
4.2 Saran
Walaupun dalam kenyataanya mungkin konsep keperawatan transkultural efektif digunakan pada klien, namun pengkajian lebih lanjut juga sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses penyembuhan. 












DAFTAR PUSTAKA

Clinical Practice Guidelines Management of Type 2 Diabetes Melitus 4th ed. (2009). Ministry of Health Malaysia. MOH/P/PAK/184.09(GU)
Dorland’s medical dictionary. 29th ed. Jakarta: EGC; 2006. Diabetes mellitus; 602-3
Kozier, B., Erb, G.,Berman,A.J., & Snyder. (2004).Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
National Diabates Institute. Signs and Symptoms of Diabetes. Diakses dari: www.nadidiabetes.com.my 30 Desember 2014 pukul 19:15
Potter, P.A. & Perry,A.G.(2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice.7th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.
Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Diabetes melitus dapat dicegah. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1314-diabetes-melitus-dapat-dicegah.html, 15 November 2010
R., Nicki, R., Brian, dan H., Stuart. (2010). Davidson’s Principle and Practice of Medicine (21st ed.) Churchill Livingstone.
Tim Redaksi VitaHealth. Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005; 3: 39-60

transkulturalnursing.pdf oleh Efy Afifah, S.Kp., M. Kes diakses dari staff.ui.ac.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRUKTUR ORGANISASI SEL

STRUKTUR SEL Sel memiliki 3 subdivisi utama      1.  Membran Plasma           Membran Plasma adalah suatu struktur membran yang sangat tipis yang membungkus setiap sel. Membran plasma memisahkan isi sel dari lingkungan sekitar. Membran Plasma menjaga cairan intrasel (CIS) tetap berada di dalam sel dan tidak bercampur dengan cairan ekstrasel (CES) di luar sel. 2.  Nukleus Nukleus berfungsi mengatur sebagian besar aktivitas sel, pusat pengendali sel, dan mengendalikan fungsi metabolisme. Nukleus berisi bahan genetik sel, asam deoksiribonukleat (DNA), yang memiliki dua fungsi penting :                    (1) mengarahkan sintesis protein                    (2) berfungsi sebagai cetak biru genetik selama replikasi sel. 3. Sitoplasma Sitoplasma terdiri dari sitosol dan organel. Sitosol dibentuk suatu massa setengah cair seperti gel yang berisi anyaman protein yang dinamai sitoskeleton. Organel-organel yang terdapat di sitoplasma: 1) Retikulum Endoplasma Retikulum

Kolaborasi dalam Tim Kesehatan

Oleh ___ 14065--- IPE-6 Pengertian Tim, Kolaborasi, dan Kerjasama Tim ( teamwork ) Tim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu perkumpulan dari beberapa orang yang membentuk suatu kelompok. Sebuah literatur organisasi mendefinisikan sebuah tim merupakan kumpulan individu yang saling ketergantungan pada tugas, tujuan, setelan, campuran profesi di tim (Canadian Health Services Research Foundation., 2006).  Dalam suatu tim, terdapat suatu hubungan kerjasama dari masing-masing anggota dan memiliki tanggung jawab untuk mencapai suatu keberhasilan atau suatu tujuan yang telah diciptakan dan disetujui bersama. Kolaborasi adalah s uatu inisiasi atau kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antar pekerja yang memiliki profesi berbeda yang saling bekerja sama dalam kemitraan yang ditandai dengan adanya tujuan yang hendak dicapai bersama; pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan dan perbedaan masing-masing; adil dan efektif dalam pengambilan keputusan; terjalinnya

Komunikasi Interprofessional (Mitra Kerja) pada Pelayanan Kesehatan

Komunikasi d engan S ejawat dan Mitra Profesi Kesehatan Lain (Interprofessional Communication) Komunikasi kesehatan adalah proses peyampaian informasi terkait kesehatan. Jika komunikasi kesehatan digunakan secara baik, akan memberikan pengaruh kepada individu. Individu akan memiliki persepi yang positif tentang masalah kesehatan dan individu juga memiliki pengetahuan yang lebih baik terkait kesehatan, serta individu dapat merubah perilaku yang kurang baik menjadi lebih baik.             Petugas kesehatan harus bekerjasama membantu pasien untuk memecahkan masalah kesehatan yang kompleks. Menurut Endang Basuki, pasien sering merasa bingung karena dua dokter (pelayan kesehatan) yang menangani penyakitnya memberikan nasehat yang berbeda, atau kadang bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.             Bentuk komunikasi dal