Langsung ke konten utama

Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Tim Kesehatan

Laporan Tugas Mandiri
Oleh --------- 

1.      Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi dokter?
a.      Sejarah Perkembangan Profesi Dokter
Riwayat pengobatan oleh umat manusia dimulai dari era Syamanisme sampai revolusi biomedis seperti sekarang ini dengan terapi gen, stem cell (sel punca). Syamanisme adalah kepercayaan yang berdasarkan keyakinan bahwa  makhluk halus atau roh akan masuk ke tubuh seseorang syaman yang dapat memberikan kemampuan melakukan pengobatan pada manusia. Syamanisme dimulai dari Asia (Ural) menuju Eskimo kemudian ke Afrika, Amerika Utara dan Selatan serta India/China dan Asia Tenggara. Syamanisme terpisah menjadi Ilmu pengobatan Timur (Mesir kuno, India, China) yang kini  dinamakan ilmu pengobatan tradisional (lebih tua dari kedokteran barat) dan Ilmu pengobatan Barat di Yunani kuno yaitu teknologi medis dan bedah. Era melepaskan diri dari syamanisme dimulai dari Lembah Tigris, Eupharates (Arab Persia) dan Mesir kuno yang mengungkapkan bahwa konsep sakit bukan roh jahat akan tetapi ada dosa  pada  seseorang. Pengobatan orang sakit dilakukan untuk penghapus dosa oleh pekerjaan pendeta dengan menggunakan ritual religius. Konsep Mesir kuno meliputi pengalaman empiris dan tradisi religius. Mesir kuno memulai institusional pendidikan kedokteran, spesialisasi, standarisasi, pelaksanaan hukum bagi dokter yang bersalah. Ilmu kedokteran barat dimulai di Yunani kuno dan Mesir kuno.
Hippocrates (460-337SM) adalah Bapak ilmu kedokteran, peletak batu pertama pemikiran tentang pengembangan ilmu kedokteran sebagai sains. Peletak sumpah Hippocrates membuat azas moral & etika medis. Perkembangan ilmu kedokteran di Eropa sejak abad pertengahan (476–1492) sangat lambat. Yang menonjol perkembangan ilmu kedokteran saat itu di Jazirah Arab meliputi Ibnu Sina (980–1037), Zakariyah Ar Razi (846-925M), Ibnu Masawiyah (Farmasi Islam & Diet), Abu Qasim Az-Zahrawi (936-1013M ) seorang ahli bedah plastik, serta Ibu Jazla seorang dokter dengan ahli diet. Era Modernisasi Kedokteran pada abad ke 19 dimulai perkembangan ilmu kedokteran  dengan ditemukan mikroskop bakteri. Kemudian pada abad ke 20 terjadi evolusi Biomedis yang ditunjang oleh WHO meliputi perkembangan sains & teknologi dan obat-obatan serta komersialisasi jasa & teknologi kedokteran (Masrul, 2011).
b.      Kompetensi Profesi Dokter
Menurut Konsil Kedokeran Indonesia (2012), kompetensi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan. Menurut Lubis (2008) tenaga pelayanan kesehatan yang paling utama adalah profesi dokter. Dokter dianggap sebagai “pusat” konstelasi tenaga profesi kesehatan. Itulah sebabnya mengapa tenaga kesehatan seperti para perawat dan bidan sering disebut sebagai tenaga “paramedik”. Tenaga dokter yang diharapkan oleh WHO (1978) dikenal dengan Dokter bintang 5 diantaranya dokter sebagai Health care provider, Decision maker, Community Leader, Communicator, serta Manager.
c.       Peran Profesi Dokter
Sebagai salah satu tenaga pelayanan kesehatan, dokter memiliki peran, yaitu:
1.      Dokter sebagai pendidik, yaitu memberikan promosi kesehatan kepada masyarakat baik individu, keluarga, ataupun kelompok.
2.      Dokter sebagai pengembang teknologi pelayanan kesehatan, yaitu dalam praktik layanan kesehatan seorang dokter dituntut untuk memiliki kreativitas dan inisiatif untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya.
3.      Dokter sebagai pengabdi masyarakat, yaitu dituntut memiliki kesediaan untuk memberikan pertolongan, artinya dokter harus siap siaga dalam membantu masyarakat.
4.      Dokter adalah pembelajar, yaitu dengan berbagai praktik atau perkembangan ilmu yang ada, seorang dokter mampu belajar dan mengajari kembali kepada rekan sejawat atau pihak lain mengenai perkembangan ilmu kedokteran (Sudarma, 2008).

2.      Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi dokter gigi?
a.      Sejarah Perkembangan Profesi Dokter Gigi
Menurut Konsil Kedokteran Gigi (2007) Program Pendidikan dokter gigi spesialis dimulai dengan lahirnya Pendidikan Studi Lanjutan Oral Surgery (SLOS) tahun 1971 dengan SK Rektor Universitas Padjadjaran. Kemudian program studi ini juga dibuka di Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan LADOKGI TNI AL Tahun 1972. Selanjutnya 7 (tujuh) Program Dokter Gigi Spesialis dibuka di Universitas Indonesia dengan SK Rektor tahun 1982. Pengakuan resmi pendidikan drg spesialis secara nasional, dengan terbitnya SK Dikti No. 139/DIKTI/Kep/1984 tentang penunjukan empat pusat program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis. yaitu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga. Kemudian SK Dikti No.141/DIKTI/Kep/1984 tentang pembukaan tujuh program studi dokter gigi spesialis, yaitu program studi spesialis Bedah Mulut, Penyakit Mulut, Konservasi Gigi, Periodonsia, Pedodonsia, Prostodonsia dan Ortodonsia. Sampai saat ini (2006) Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis di Indonesia telah berlangsung 25 tahun. Perguruan tinggi penyelenggara sudah bertambah dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang membuka Program Studi Ortodonti, berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 2231/D/T/2003.
b.      Kompetensi Profesi Dokter Gigi
Standar Kompetensi Dokter Gigi menjabarkan kompetensi dokter gigi berdasarkan domain-domain, beserta kompetensi utama dan kompetensi penunjang.
a.       Domain I: Profesionalisme
b.      Domain II: Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
c.       Domain III: Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik
d.      Domain IV: Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik
e.       Domain V: Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat
f.       Domain VI: Manajemen Praktik Kedokteran Gigi
c.       Peran Profesi Dokter Gigi
Berdasarkan American Dental Association, secara garis besar, berikut ini adalah peran dari dokter gigi:
a.       Melakukan diagnosis yang menyeluruh pada penyakit oral
b.      Melakukan upaya preventif yaitu dengan melakukan promosi kesehatan oral terhadap masyarakat
c.       Menciptakan rencana perawatan untuk mempertahankan atau memperbaiki kondisi medik oral pasien
d.      Menginterpretasikan hasil tes diagnosis dan x-ray
e.       Memastikan keamanan anestesi
f.       Memonitor pertumbuhan dan perkembangan oral (gigi dan rahang)
g.      Melakukan prosedur operasi pada gigi, tulang, dan jaringan lunak terkait pada rongga mulut
h.      Mengelola trauma oral dan situasi emergensi
i.        Bekerjasama dengan tim kesehatan secara efektif guna meningkatkan keamanan perawatan terhadap pasien.

3.      Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi apoteker?
a.      Sejarah Perkembangan Profesi Apoteker
Farmasi berasal dari kata “PHARMACON” yang berarti obat atau racun. Sedangkan pengertian farmasi adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan distribusi obat. Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional yang berkembang di Yunani, Timur-Tengah, Asia kecil, Cina, dan Wilayah Asia lainnya. Mulanya "ilmu pengobatan" dimiliki oleh orang tertentu secara turun-temurun dari keluarganya. Dalam legenda kuno Yunani, Asclepius, Dewa Pengobatan menugaskan Hygieia untuk meracik campuran obat yang ia buat. Oleh masyarakat Yunani Hygiea disebut sebagai apoteker (Inggris : apothecary). Sedangkan di Mesir, praktek farmasi dibagi dalam dua pekerjaan, yaitu : Yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil menyiapkan racikan obat.
Buku tentang bahan obat-obatan pertama kali ditulis di Cina sekitar 2735 SM, kemudian sekitar tahun 400 SM berdirilah sekolah kedokteran di Yunani. Salah seorang muridnya adalah Hipocrates yang menempatkan profesi tabib pada tataran etik yang tinggi. Ilmu farmasi secara perlahan berkembang. Di dunia Arab pada abad VIII, ilmu farmasi yang dikembangkan oleh para ilmuawan Arab menyebar luas sampai ke Eropa. Pada masa ini sudah mulai dibedakan peran antara seorang herbalist dengan kedokteran terjadi pada tahun 1240 ketika Kaisar Frederick II dari Roma melakukan pemisahan tersebut. Maklumat yang dikeluarkan tentang pemisahan tersebut menyebutkan bahwa masing2 ahli ilmu mempunyai keinsyafan, standar etik, pengetahuan, dan keterampilan sendiri-sendiri yang berbeda dengan ilmu lainnya. Dengan keluarnya maklumat kaisar ini, maka mulailah sejarah baru perkembangan ilmu farmasi sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka lambang Ilmu Farmasi dan Kedokteran Berbeda. Ilmu Farmasi memakai lambang cawan dililit ular sedangkan kedokteran tongkat dililit ular.
Perkembangan ilmu farmasi kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia. Mulai Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Sekolah Tinggi Farmasi yang pertama didirikan di Philadelphia, Amerika Serikat pada tahun 1821 (sekarang sekolah tersebut bernama Philadelphia College of Pharmacy and Science). Setelah itu, mulailah era baru ilmu farmasi dengan bermunculannya sekolah-sekolah tinggi dan fakultas-fakultas di universitas.
b.      Kompetensi Profesi Apoteker
1.      Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik. Apoteker dalam melakukan praktek kefarmasian terdiri dari 7 (tujuh) elemen dimana masing-masing elemen terbagi lagi dalam unjuk kerja beserta kriteria penilaian kompetensinya.
2.      Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan farmasi. Keahlia.
3.      Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.
4.      Mampu memformulasikan dan memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai standar yang berlaku.
5.      Mempunyai keterampilan dalam pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
6.      Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat.
7.      Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar yang berlaku.
8.      Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan interpersonal dalam melakukan praktik kefarmasian.
9.      Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan kefarmasian.
c.       Peran Profesi Apoteker
Seorang apoteker mengemban beberapa peran saat mereka memberi pelayanan kepada klienya. Berbagai pelayanan dan/ atau peranan apoteker dalam praktik farmasi klinik yaitu (Siregar, 2004) :
1.      Pelayanan yang langsung pada penderita mencakup :
a.       Pengambilan sejarah obat penderita.
b.      Pengadaan dan pemeliharaan profil pengobatan penderita.
c.       Edukasi dan konseling penderita/ pembebasan penderita.
d.      Pelayanan farmakokinetik klinik.
e.       Pelayanan pencampuran sediaan intravena.
f.       Pelayanan obat sitotoksik.
g.      Pelayanan nutrisi parenteral lengkap.
h.      Pelayanan spesialisasi untuk berbagai penyakit
2.      Pelayanan yang tidak langsung pada penderita, yaitu peranan dalam :
a.       Sistem formularium/ pemeliharaan
b.      Sentra informasi obat/ keracunan.
c.       Panitia farmasi dan terapi.
d.      Evaluasi penggunaan obat.
e.       Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan.
f.       Pemantauan terapi obat.
g.      Investigasi obat.
h.      Sistem pemantauan kesalahan obat.
i.        Buletin farmasi.
j.        Program pendidikan “in-service”, tentang obat bagi profesional kesehatan di rumah sakit.
4.      Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi perawat?
a.      Sejarah Perkembangan Profesi Perawat
Perkembangan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan kemajuan peradaban manusia dari zaman ke zaman. Sebagai calon perawat atau calon tenaga kesehatan, maka kita perlu mengetahui sejarah perkembangannya baik di luar Indonesia maupun di Indonesia. Hal ini dilakukan agar kita lebih mencitai profesi yang kita lakukan dan lebih menghargai profesi kesehatan lain. Perkembangan keperawatan di dunia berawal dari zaman purba, zaman keagamaan, permulaan masehi, permulaan abad xvi, masa sebelum perang dunia II, masa selama perang dunia II, masa pasca perang dunia II, dan masa sejak tahun 1950 (Kusnanto, 2004).
Zaman  Purba. Manusia yang hidup pada zaman ini masih memegang kepercayaan mistik atau yang lebih sering disebut animisme. Pada zaman ini orang percaya bahwa sakit yang dialami disebabkan oleh kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib seperti batu besar, gunung tinggi, pohon besar, sungai besar, dll yang disembuhkan oleh tabib dengan nyanyi-nyanyian. Pada masa ini perawat berperan sebagai ibu yang merawat keluarganya sewaktu sakit dengan memberikan perawat fisik dan memberikan obat herbal di rumah  masing-masing.
Zaman Keagamaan. Pada zaman ini tempat ibadah (kuil)  menjadi tempat perawatan medis dan mereka menganggap bahwa suatu penyakit disebabkan oleh dosa dan kutukan tuhan. Pemimpin agama dianggap seperti tabib yang bisa menyembukan penyakit. Namun, perawat hanya dianggap sebagai budak dan  mendapatkan penghargaan yang rendah karena semua didasarkan perintah dari pemimpin agama yang berperan sebagai tabib.
Permulaan Masehi. Pada masa ini keperawatan mulai mengalami kemajuan sesuai dengan kemajuan beberapa agama di beberapa daerah, sebagi contohnya berkembangnya agam a kristen di roma dan islam di Arab. Kemajuan profesi keperawatan di negara Roma terlihat jelas dengan berdirinya rumah sakit yang bernama Monastic Hospital yang dilengkapi dengan fasilitas perawatan. Sedangkan kemajuan profesi keperawatan di Arab disebabkan dengan berkembangnya ilmu pasti dan obat-obatan. Prinsip dasar keperawatan berkembang pesat seperti menjaga kebersihan diri, makanan, air, dan lingkungan. Pada masa ini, tokoh keperawatan yang terkenal dari dunia Arab adalah Rafidah.
Masa Sebelum Hingga Sesudah Perang Dunia II. Perkembangan keperawatan pada masa ini mengalami kemajuan. Pada masa sebelum perang dunia II, tenaga perawat yang memberikan pelayanan kesehatan sangat sedikit. Selain itu banyak dari mereka yang tidak mengalami pendidikan formal. Hal terpenting pada saat itu adalah pengalaman praktik langsung. Ruang lingkup pelayanan perawatan lebih bersifat kuratif untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiologis manusia yang sakit. Sebelum perang dunia II, muncul seorang tokoh pembaruan perawatan yang sering disebut sebagai Ibu Perawatan yaitu Florence Nightingale. Beliau menyadari bahwa diperlukannya pendidikan keperawatan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan perawat. Ada beberapa langkah dan ide strategis yang dibuat oleh Florence Nightingale. Namun, hingga terjadi perang dunia II perkembangan perawat hampir tidak adan perubahan sehingga masa ini disebut masa pemeliharaan. Pada saat terjadi perang dunia II, banyak kejadian yang terjadi sehingga banyak penyakit yang muncul. Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga medis maupun perawat yang bekerja secara bersama-sama dengan profesi lain. Akibat dari perang dunia II, banyak pihak yang hati nya tergugah untuk memperbaiki keadaan dunia. Perkembangan pesat di segala ilmu dan kehidupan pun terjadi. Konsep perawat pun terjadi perubahan, yang awalnya perawat bekerja sendiri menjadi bekerja secara team. Dalam dekade ini telah disahkan bahwa perawat mendapat pengakuan sebagai sebuah profesi.
Seperti perkembangan di dunia, keperawatan di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi. Perkembangan keperawatan di Indonesia dibedakan atas masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan.
Masa Sebelum Kemerdekaan. Pada masa penjajahan belanda, perawat bertugas untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda di Binnen Hospital Jakarta. Usaha pemerintah Belanda saat itu adalah membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Semua usaha ini dilakukan untuk kepentingan tentara Belanda sehingga tidak diikuti perkembangan perawat. Saat pemerintah kolonial ada di tangan Inggris, Jendral Inggris sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Beliau memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi dengan berbagai cara. Ketika pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya rumah sakit Stadverband di  grogol Jakarta tahun 1819. Pada tahun 1919 rumah sakit ini dipindahkan ke Salemba yang sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada kurun waktu 1816-1942 berdiri beberapa rumah sakit lainnya milik swasta. Tahun 1912, RSCM menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Namun, ketika kekalahan sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945 perkembangan keperawatan mengalami kemunduran karena  pada masa jepang tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak terdidik untuk menjadi perawat. Hal ini disebabkan perawat terdidik pada masa Belanda dan Inggris dipekerjakan di negara Belanda dan Inggris.
Masa Setelah Kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan 1945-1962, perkembangan perawat tidak terlihat. Hal ini dikarekana tidak terdapat pola perkembangan yang jelas dari profesi perawat. Pada tahun 1962 dibuka Akademi Keperawatan di RSUP Cipto Mangunkusomo yang saat ini dikenal dengan Poltekkes Jurusan Keperawatan Jakarta di Jakarta Pusat. Namun, penerapan kurikulumnya masih berorientasi pada keterampilan tindakan dan belum dikenalkannya konsep-konsep keperawatan. Pada tahun 1963-1982, perkembangan keperawatan tidak terlalu banyak, sekalipun sudah banyak perubahan dalam pelayanan dan tenaga lulusan keperawatan. Sejak adanya kesepakatan lokakarya nasional tahun 1983 mengenai pengakuan dan diterimanya keperawatan sebagai suatu profesi dan pendidikannya berada pada pendidikan tinggi, terjadi perubahan pandangan mendasar tentang pendidikan keperawatan. Dari sinilah awal pengembangan profesi keperawatan Indonesia yang sampai saat ini masih perlu diperjuangkan, karena keperawatan di Indonesia sudah diakui sebagai suatu profesi maka pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan pada ilmu keperawatan. Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kurikulum pendidikan tenaga keperawatan jenjang S1 disahkan. Tahun 1992 merupakan tahun penting bagi profesi keperawatan karena tenaga keperawatan sebagai profesi diakui secara hukum dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Setelah tahun 1995, muncullah program studi ilmu keperawatan lainnya seperti di UNPAD, UGM, UNAIR, UNBRAW, UNHAS, dll. Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan Praktik Perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan huku bagi tenaga perawat dalam menjalankan praktik keprerawatan secara profesional. Tahun 2014, merupakan momen yang ditunggu-tunggu dalam dunia keperawatan yaitu disahkannya Undang-Undang Keperawatan yang menjadi penguat hukum para perawat profesional di berbagai daerah di Indonesia.
b.      Kompetensi Profesi Perawat
Dalam menjalankan tugas sebagai perawat, dibutuhkan kompetensi perawat agar tercipta layanan kesehatan yang efektif. Kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang dimiliki oleh ndividu yang bekerja di pelayanan keperawatan. Kompetensi perawat dikelompokkan menjadi 3 ranah utama yaitu (PPNI, 2005) :
a.       Praktik Proffessional, etis, legal dan peka budaya.
1.      Bertanggung gugat terhadap praktik profesional.
2.      Melaksanakan praktik keperawatan ( SECARA ETIS DAN PEKA BUDAYA).
3.      Melaksanakan praktik secara legal.
b.      Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan
1.      Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen asuhan keperawatan.
2.      Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan.
3.      Melakukan pengkajian keperawatan.
4.      Menyusun rencana keperawatan.
5.      Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana.
6.      Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan.
7.      Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan.
8.      Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman.
9.      Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan keperawatan/pelayanan kesehatan.
10.  Menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan asuhan keperawatan
c.       Pengembangan professional.
1.      Melaksanakan peningkatan professional dalam praktik keperawatan.
2.      Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan.
3.       Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi
c.       Peran Profesi Perawat
Perawat mengemban beberapa peran saat mereka memberi asuhan kepada klienya. Perawat sering menjalankan peran ini secara bersamaan. Sebagai contoh, perawat dapat bertindak sebagai seorang konsultan saat memberi perawatn fisik dan memberi pelayanan tentang aspek asuhan yang diberikan tersebut. Peran yang dibutuhkan pada waktu tertentu bergantung pada kebutuhan klien dan aspek dalam lingkungan tertentu. Berikut adalah peran dan fungsi perawat yaitu (Kozier,dkk, 2010) :
a.       Pemberi asuhan à Tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis dan tetap memelihara martabat klien.
b.      Komunikator à Perawat mengidentifikasi masalah klien dan mengkomunikasikan masalah ini secara verbal ataupun tertulis kepada tim kesehatan lainnya.
c.       Pendidik à Perawat membantu klien mengenal kesehatan dan prosedur asuhan kesehatan yang perlu mereka lakukan guna memulihkan atau memelihara kesehatan tersebut.
d.      Advokat klien à Perawat bertindak melindungi klien. Perawat membantu klien mendapatkan hak-haknya dan membantu mereka menyampaikan keinginan mereka sendiri.
e.       Konselor à Perawat membantu klien untuk mengenali dan menghadapi masalah-masalah psikologis dan sosial yang menekan.
f.       Agen perubah à Perawat bersama klien memodifikasi perilaku mereka.
g.      Pemimpin à Perawat mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu.
h.      Manajer à Perawat mengatur pemberian asuhan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas.
i.        Manajer kasus à Perawat mengukur efektivitas rencana manajemen kasus dan memantau hasil.
j.        Konsumen penelitian à Perawat memanfaatkan penelitian untuk memperbaiki asuhan klien.
k.      Perluasan peran karier à Saat ini perawat dapat mewujudkan peran karier yang semakin luas, seperti perawat praktisi, perawat spesialis klinis, perawat bidan, perawat pendidik, perawat peneliti, dan perawat anestesi, yang memungkinkan kemandirian dan otonomi yang lebih tinggi.
5.      Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran tenaga kesehatan masyarakat?
a.      Sejarah Perkembangan Tenaga Kesehatan Masyarakat
Sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak abad 16 ketika Indonesia terserang wabah penyakit cacar dan kolera. Pada tahun 1807, dilakukan upaya untuk mengatasi angka kematian bayi dengan mengadakan pelatihan penolong dan perawat untuk persalinan. Kepedulian masyarakat pada kesehatan kemudian dikembangkan menjadi institusi pendidikan yang bernama STOVIA atau sekolah dokter Jawa yang akan menjadi Sekolah kedokteran dan mempelopori berdirinya Universitas Indonesia dimana pendidikannya dimasukkan menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kemudian, upaya kesehatan masyarakat mulai dicanangkan kembali untuk mengatasi wabah kolera sekitar tahun 1937 yang diikuti dengan wabah cacar pada tahun 1948. Secara keseluruhan, pemerintah bekerja dengan target pemberantasan wabah-wabah yang ada di Indonesia seperti wabah malaria pada tahun 1959 di Malang dan pada tahun 1970, tekad pemerintah untuk memberantas wabah malaria tercapai.
Setelah berbagai proyek dan pengelolaan program kesehatan masyarakat, terutama di pedesaan, maka pada akhir tahun 1967, diadakan seminar pertama yang membahas mengenai program kesehatan masyarakat yang terpadu. Dalam seminar tersebut, dibentuk konsep pusat kesehatan masyarakat yang digagas oleh dr. Achmad Dipodilogo. Gagasan ini kemudian menjadi basis dari pelayanan kesehatan yang dikelola oleh pemerintah sekarang yang kita kenal dengan nama Puskesmas.
Puskesmas pada awalnya mendapatkan sedikit sekali perhatian dari pemerintah. Lama-kelamaan, dibentuklah puskesmas-puskemas lain di wilayah-wilayah yang dikepalai oleh seorang dokter wilayah. Kemudian ada dokter kabupaten, berada di atas dokter wilayah. Pelayanan kesehatan pun menjadi lebih meluas dengan prinsip: komprehensif dengan upaya kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif. Keempat komponen ini menjadi patokan kerja pelayanan kesehatan di Indonesia.
Pelayanan kesehatan yang komprehensif tersebut mencakup berbagai masalah mulai dari penyakit menular seperti TBC atau cacar, sampai kepada fasilitas penunjang kesehatan masyarakan seperti akses ke air bersih, sanitasi, dan status gizi. Namun, pelayanan kesehatan masyarakat masih kekurang sumber daya vital yaitu tenaga kesehatan masyarakat yang masih terbatas jumlahnya. Oleh sebab itu pada tahun 1976 dibentuklah konsep Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa yang merupakan ekstensi dari puskesmas untuk lebih menjangkau dan program-programnya lebih mengena ke masyarakat. PKMD ini menyediakan pelayanan seperti bantuan perbaikan hygiene, perbaikan taraf gizi, kesehatan lingkungan, penyuluhan unutk meningkatkan kesadaran hidup sehat dan penyuluhan kesehatan lainnya, pelayanan kuratif dan preventif, KB, imunisasi, kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan di sekolah, pemberantasan penyakit menular, dan lainnya.
b.      Kompetensi Tenaga Kesehatan Masyarakat
Terdapat garis besar ilmu kesehatan masyarakat dan kompetensi yang harus dikuasai seorang tenaga kesehatan masyarakat yaitu:
1.      Epidemiologi
2.      Biostatistika atau statistik kesehatan
3.      Ilmu kesehatan lingkungan
4.      Pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku
5.      Administrasi kesehatan masyarakat
6.      Gizi masyarakat
7.      Kesehatan kerja (keselamatan dan kesehatan kerja)
c.       Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga kesehatan masyarakat memiliki peran dalam empat komponen pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilititatif dengan tujuan akhir untuk mencapai taraf atau derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Cara mencapainya adalah dengan:
1.      Mencegah timbulnya penyakit
2.      Meningkatan taraf kesehatan masyarakat melalui usaha kesehatan masyarakat baik secara fisik maupun mental dengan cara:
a.       Memperbaiki kesehatan linkungan
b.      Mendidik masyarakat dasar-dasar kesehatan pribadi
c.       Memberantas penyakit menular pada masyarakat
d.      Mengkoordinasi tenaga kesehatan agar mencapai kompetensi untuk melaksanakan tugas pelayanan kesehatan.
e.       Mengembangkan usaha-usaha kesehatan masyarakan.
6.      Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran ahli gizi?
a.      Sejarah Perkembangan Ahli Gizi
Sejarah perkembangan ilmu gizi dimulai dari masa manusia purba ketika manusia menjadi pemburu makanan. Dilanjutkan ke masa 460-377 SM dimana gizi menjadi pemeliharaan kesehatan dan ditujukan untuk penyembuhan penyakit. Pada abad ke 16, muncul doktrin hubungan makanan dan umur panjang dimana konsumsi makanan yang diatur dengan baik dapat memperpanjang umur seseorang. Kemudian pada abad 17-18, mulai banyak pencetus ide korelasi antara makanan dan kesehatan dan para ahli telah banyak melakukan berbagai percobaan. Pada abad 18 oleh Lavoisier, ditemukan hubungan antara proses pernapasan dengan metabolism tubuh mengolah makanan. Pada abad 20, Mc Collum dan Charles G King meneliti lebih jauh mengenai vitamin, muncul istilah “Science of Nutrion”. Jadi sejarah ilmu gizi sebenarnya berasal dari kebutuhan untuk bertahan hidup, kemudian dikaitkan dengan kemunculan penyakit, lalu makanan, gizi dikaitkan dengan umur panjang, dan kemudian menjadi ilmu gizi.
b.      Kompetensi Ahli Gizi
Seorang ahli gizi harus dapat melakukan pelayanan kesehatan dalam bidang gizi dan nutrisi dalam kompetensi berikut ini:
1.      Menjelaskan dasar-dasar ilmu gizi dan kaitannya dengan kesehatan dan pangan dengan benar
2.      Melakuan pengkajian secara menyeluruh antara gizi, kesehatan, dan pangan.
3.      Melakukan pengkajian, penilaian, dan identifikasi keadaan gizi dari individu, kelompok, atau kebutuhan.
4.      Merencanakan intervensi dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
5.      Melakukan monitoring dari pelaksaaan intervensi dan pelayanan gizi.
6.      Mengevaluasi kegiatan intervensi dan pelayanan gizi
7.      Melakukan promosi gizi untuk mobilisasi sosial sebagai upaya pencegahan dan penanganan masalah gizi
8.      Melakukan persiapan sebagai langkah advokasi dalam menangani masalah gizi
9.      Merancang dan melakukan penelitian
10.  Menerapkan hasil penelitian
11.  Memutakhirkan diri dalam perkembangan ilmu dan teknologi di bidang gizi
c.       Peran Ahli Gizi
Peran ahli gizi menurut kementrian kesehatan adalah untuk mendukung masyarakat yang mandiri untuk dapat hidup sehat dengan misi membuat rakyat sehat. Peran spesifiknya adalah:
1.      Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk bisa hidup sehat
2.      Meningkatkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
3.      Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan tersebarnya informasi kesehatan
4.      Meningkatkan pembiayaan bagi kesehatan.
7.      Aspek apakah yang dapat menjadi hambatan terciptanya kolaborasi interprofesional?
a.      Hambatan pada Level Individu
1.      Kurangnya pernyataan, pengukuran dan sharing tujuan yang jelas.
2.      Kurangnya pelatihan dalam kolaborasi antarprofesi.
3.      Peran dan ambiguitas kepemimpinan.
4.      Tim terlalu besar atau terlalu kecil.
5.      Tim tidak terdiri dari profesional yang sesuai.
6.      Kurangnya mekanisme yang tepat untuk pertukaraninformasi secara tepat waktu.
7.      Kebutuhan orientasi bagi anggota baru.
8.      Kurangnya kerangka kerja untuk penemuan masalah dan resolusi.
9.      Perbedaan dalam tingkat otoritas,kekuasaan, pendapatan,dan keahlian.
10.  Kesulitan dalam melibatkan atau terjun ke masyarakat.
11.  Tradisi / budaya profesional, khususnya tentang hirarki.
12.  Kurangnya komitmen dari anggota tim.
13.  Perbedaan tujuan masing – masing anggota tim.
14.  Apatis dari anggota tim.
15.  Pengambilan keputusan yang tidak memadai.
16.  Konflik mengenai hubungan individu dengan klien.
b.      Hambatan pada level individu sebagai anggota team
1.      Memisahkan kesetiaan dan komitmen antara disiplin timdan disiplin sendiri/pribadi.
2.      Adanya beberapa tanggung jawab atau jabatan yangdipegang oleh individu yang sama.
3.      Adanya Sikap Kompetisi yang disertai kenaifan.
4.      Penilaian atau prasangka pribadi yang melihat berdasar Jenis kelamin, ras, atau kelas sosial.
5.      Adanya sikap gigih dan keras kepala dalammempertahankan argumen pribadi.
6.      Keengganan untuk menerima saran dari anggota tim yangmewakili profesi lainnya.
7.      Kurangnya kepercayaan dalam proses kolaboratif.
c.       Hambatan pada Pemimpin Team
1.      Terbiasa memikul tanggung jawab total sehingga terdapatdominasi leader yang berlebihan di dalam tim.
2.      Kegelisahan dalam membiarkan orang lain untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
3.      Ketidaknyamanan dengan penilaian kinerja oleh anggota tim dari latar belakang profesi yang berbeda.
4.      Sulit memberi status legal pada keputusan yang dibuat olehorang lain.
5.      Kurangnya pengetahuan mengenai struktur Peraturan dan Kepemimpinan yang kuat dalam mengelola dan mengatur team.
6.      Kurangnya pendekatan pada setiap anggota tim karena merasaadanya jenjang atau derajat yang ia miliki sebagai leader dari tim.
8.      Strategi apakah yang perlu digunakan untuk mencapai kolaborasi interprofesional yang efektif?
Interprofessional Collaboration and Education melibatkan mahasiswa dari dua atau lebih profesi yang berhubungan dengan kesehatan atau perawatan social yang terlibat dengan pembelajaran dari dan tentang satu sama lain. Tujuan dari interprofessional Collaboration and Education adalah Kolaborasi antara setiap profesi penting untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas  sistem pelayanan kesehatan. Selain itu, kolaborasi dikoordinasikan antar profesi memiliki potensi  komprehensif, untuk menawarkan, perawatan pasien yang hemat biaya dan penekanan baru pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, yang akan penting dalam menghadapi tantangan kesehatan kontemporer.
Pentingnya kerja sama interdisipliner dalam perawatan kesehatan adalah karena adanya perubahan organisasi , pembiayaan, dan prioritas dari sistem perawatan kesehatan yang  telah  menciptakan keharusan baru untuk kerja tim interdisipliner. Untuk mencapai kolaborasi interprofesional yang efektif terdapat strategi yang dibagi dalam 2 macam yaitu strategi interprofesional education dan stategi collaborative practice.
Strategi interprofesional education (IE)
1.      Interprofessional education bertarget pada lembaga pendidikan yang bergerak pada bidang kesehatan
2.      Membangun sumber pembelajaran untuk mengajarkan praktek interprofessional pada pelajar maupun klinisi
3.      Memasukan interprofessional education kedalam kurrikulum ke fakultas yang bergerak dalam ilmu kesehatan
4.      Penerapan praktek interprofessional education di klinik
Strategi collaborative practice (CP)
1.      Harus memiliki agenda jangka panjang dan pendek
2.      Non heararki dan berdasarkan kesetaraan
3.      Mengingat perspektif pasien (pasien turut andil)
4.      Kepercayaan dan berbagi pandangan adalah central dari suatu hubungan
5.      Harus menunjukan rasa hormat terhadap masing-masing professional
6.      Harus sukarela















Referensi

Boelen C. The five-star doctor: an asset to health care reform? [Internet] 1996 [cited 2015 Mar 9]
Grant RW, Finnocchio LJ, and the California Primary Care Consortium Subcommittee on             Interdisciplinary Collaboration. (1995). Interdisciplinary CollaborativeTeams in      Primary Care: A Model Curriculum and Resource Guide. San Francisco, CA: Pew    Health Professions Commission.
Hukor Kemenkes. Standar Profesi Ahli Gizi [Internet]. 2015 [cited 9 March 2015]. Available
Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar kompetensi dokter indonesia.

Konsil Kedokteran Indonesia. (2007). Standar kompetensi dokter gigi spesialis. Available from: http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Standar_Kompetensi_Dokter_Gigi_Spesiali.pdf

Kozier, et al. (2010). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practices. Edisi ke-7.       (Terj. Pamilih Eko Karyuni, dkk). Jakarta: EGC.
Kusnanto. (2004). Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta : EGC
Lubis, F. (2008). Dokter keluarga sebagai tulang punggung dalam sistem pelayanan kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(2):27-34. Available from:
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka Cipta: Jakarta
PERSAGI P. Kursus Penyegar Ilmu Gizi (KPIG), Temu Ilmiah Internasional, dan Kongres
Nasional PERSAGI XV | Persagi [Internet]. Persagi.org. 2014 [cited 9 March 2015]. Available from: http://persagi.org/portal/kursus-penyegar-ilmu-gizi-kpig-temu-ilmiah-internasional-dan-kongres-nasional-persagi-xv/
PPNI. (2005). Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Tersedia di http://stikes-     si.ac.id/downlot.php?file=standarKompetensiPerawat_Ners_Mercure_Finaldraf_PPNI    .pdf diakses pada 08 Maret 2015 pukul 15:18 WIB
Sahadewa S. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Gizi. Presentation presented at; 2013; Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Sudarma, Momon. (2008). Sosiologi kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRUKTUR ORGANISASI SEL

STRUKTUR SEL Sel memiliki 3 subdivisi utama      1.  Membran Plasma           Membran Plasma adalah suatu struktur membran yang sangat tipis yang membungkus setiap sel. Membran plasma memisahkan isi sel dari lingkungan sekitar. Membran Plasma menjaga cairan intrasel (CIS) tetap berada di dalam sel dan tidak bercampur dengan cairan ekstrasel (CES) di luar sel. 2.  Nukleus Nukleus berfungsi mengatur sebagian besar aktivitas sel, pusat pengendali sel, dan mengendalikan fungsi metabolisme. Nukleus berisi bahan genetik sel, asam deoksiribonukleat (DNA), yang memiliki dua fungsi penting :                    (1) mengarahkan sintesis protein                    (2) berfungsi sebagai cetak biru genetik selama replikasi sel. 3. Sitoplasma Sitoplasma terdiri dari sitosol dan organel. Sitosol dibentuk suatu massa setengah cair seperti gel yang berisi anyaman protein yang dinamai sitoskeleton. Organel-organel yang terdapat di sitoplasma: 1) Retikulum Endoplasma Retikulum

Komunikasi Interprofessional (Mitra Kerja) pada Pelayanan Kesehatan

Komunikasi d engan S ejawat dan Mitra Profesi Kesehatan Lain (Interprofessional Communication) Komunikasi kesehatan adalah proses peyampaian informasi terkait kesehatan. Jika komunikasi kesehatan digunakan secara baik, akan memberikan pengaruh kepada individu. Individu akan memiliki persepi yang positif tentang masalah kesehatan dan individu juga memiliki pengetahuan yang lebih baik terkait kesehatan, serta individu dapat merubah perilaku yang kurang baik menjadi lebih baik.             Petugas kesehatan harus bekerjasama membantu pasien untuk memecahkan masalah kesehatan yang kompleks. Menurut Endang Basuki, pasien sering merasa bingung karena dua dokter (pelayan kesehatan) yang menangani penyakitnya memberikan nasehat yang berbeda, atau kadang bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.             Bentuk komunikasi dal

Kolaborasi dalam Tim Kesehatan

Oleh ___ 14065--- IPE-6 Pengertian Tim, Kolaborasi, dan Kerjasama Tim ( teamwork ) Tim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu perkumpulan dari beberapa orang yang membentuk suatu kelompok. Sebuah literatur organisasi mendefinisikan sebuah tim merupakan kumpulan individu yang saling ketergantungan pada tugas, tujuan, setelan, campuran profesi di tim (Canadian Health Services Research Foundation., 2006).  Dalam suatu tim, terdapat suatu hubungan kerjasama dari masing-masing anggota dan memiliki tanggung jawab untuk mencapai suatu keberhasilan atau suatu tujuan yang telah diciptakan dan disetujui bersama. Kolaborasi adalah s uatu inisiasi atau kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antar pekerja yang memiliki profesi berbeda yang saling bekerja sama dalam kemitraan yang ditandai dengan adanya tujuan yang hendak dicapai bersama; pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan dan perbedaan masing-masing; adil dan efektif dalam pengambilan keputusan; terjalinnya