Langsung ke konten utama

Komunikasi Interprofessional (Mitra Kerja) pada Pelayanan Kesehatan

Komunikasi dengan Sejawat dan Mitra Profesi Kesehatan Lain (Interprofessional Communication)

Komunikasi kesehatan adalah proses peyampaian informasi terkait kesehatan. Jika komunikasi kesehatan digunakan secara baik, akan memberikan pengaruh kepada individu. Individu akan memiliki persepi yang positif tentang masalah kesehatan dan individu juga memiliki pengetahuan yang lebih baik terkait kesehatan, serta individu dapat merubah perilaku yang kurang baik menjadi lebih baik.
            Petugas kesehatan harus bekerjasama membantu pasien untuk memecahkan masalah kesehatan yang kompleks. Menurut Endang Basuki, pasien sering merasa bingung karena dua dokter (pelayan kesehatan) yang menangani penyakitnya memberikan nasehat yang berbeda, atau kadang bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.
            Bentuk komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa verbal dan non verbal. Contoh bentuk komunikasi nonverbal adalah rekam medik, resep untuk pasien, dan lain-lain. Rekam medik menjadi sumber informasi siapapun yang ikut merawat pasien di masa kini maupun masa depan. Rekam medik dapat dijadikan sebagai bentuk komunikasi antar rekan sejawat karena pelayan kesehatan lainnya dapat melihat record penyakit pasien sehingga kelengkapan dan kejelasan sangat penting. Begitu pula dengan resep yang ditujukan untuk apoteker oleh dokter.
            Bayangkan apabila komunikasi antar petugas kesehatan tidak berjalan dengan baik. Misalnya dokter yang menulis resep untuk pasien, akan tetapi apoteker tidak dapat membaca resepnya dengan baik. Hal ini dapat menimbulkan adanya kesalahan pemberian obat atau dosis yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien dan kemungkinan dapat berakibat fatal. Sepeerti yang telah dituliskan dalam paragraf sebelumnya, kepuasan pasien adalah tujuan utama dalam pelayanan kesehatan. Apabila pasien menuntut makan nama baik rumah sakit dapat tercemar.
            Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan yaitu role stress, lack of interprofessional understanding, dan autonomy struggles. Yang dimaksud dengan role stress adalah suasana hati pelayan kesehatan yang dapat mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal dengan sesama petugas contohnya petugas kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nyawa seseorang. Yang dimaksud dengan lack of interprofessional understanding adalah adanya petugas kesehatan yang tidak memahami perannya dengan baik sehingga terjadi kebingungan. Yang dimaksud dengan autonomy struggles adalah kapasitas untuk melakukan otonomi sangat penting agar petugas dapat memenuhi peran profesinya.
            Komunikasi kesehatan antar mitra kesehatan memerlukan cara atau strategi agar komunikasi berjalan dengan efektif. Beberapa cara agar terjalin komunikasi kesehatan antar mitra kesehatan yang efektif yaitu berkomunikasi dengan detail, cepat, akurat, serta disrtai dengan bukti. Komunikasi secara detail seperti melakukan pertukaran informasi dengan lebih terperinci. Contohnya saat dokter menjelaskan kondisi pasien kepada perawat. Komunikasi secara cepat dan akurat sangat perlu diterapkan dalam keadaan pasien yang gawat sehingga pelayan kesehatan perlu menangani dengan segera.
Keberhasilan dari komunikasi yang efektif antara tim kesehatan bergantung pada hubungan baik di antara tenaga kesehatan. Menurut Kumala (1995) keberhasilan kerja kelompok bergantung pada hubungan baik di antara anggota tim, terutama antara pemimpin tim dengan anggota tim lainnya. Pemimpin tim memiliki fungsi yaitu, mendorong terjadinya komunikasi, mengamati proses komunikasi yang terjalin, serta memberi perhatian kepada semua anggota agar komunikasi berjalan dengan efektif.
Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error.
            Menurut Potter dan Perry (2005) keefektifan komunikasi interprofesional dipengaruhi oleh:
1)      Persepsi yaitu suatu pandangan pribadi atas hal-hal yang telah terjadi. Persepsi terbentuk apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan persepsi antarprofesi yang berinteraksi akan menimbulkan kendala dalam komunikasi
2)      Lingkungan yang nyaman membuat seseorang cenderung dapat berkomunikasi dengan baik. Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat membuat kebingunan, ketegangan atau ketidaknyamanan
3)      Pengetahuan yaitu suatu wawasan akan suatu hal. Komunikasi interprofesi dapat menjadi sulit ketika lawan bicara kita memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Keadaan seperti ini akan menimbulkan feedback negatif, yaitu pesan menjadi akan tidak jelas jika kata-kata yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar.

Berikut ini adalah karakter dalam komunikasi interprofesi kesehatan yang kami temukan melalui serangkaian penelitian ilmiah bersama dengan profesi dokter, perawat, apoteker dan gizi kesehatan dan telah mendapatkan validasi oleh pakar komunikasi dari Indonesia maupun Eropa (Claramita, et.al, 2012):
1.      Mampu menghormati (Respect) tugas, peran dan tanggung jawab profesi kesehatan lain, yang dilandasi kesadaran/sikap masing-masing pihak bahwa setiap profesi kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi keselamatan pasien (Patient-safety) dan keselamatan petugas kesehatan (Provider-safety)
2.      Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antarprofesi kesehatan.
3.      Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antarpetugas kesehatan yang berbeda profesi.
4.      Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain.
5.      Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuan keselamatan pasien bias dilakukan antar individu atau pun antarkelompok profesi kesehatan yang berbeda.
6.      Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan lainnya.
7.      Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses pengobatan (termasuk alternatif/ tradisional).
8.      Informasi yang bersifat komplimenter/ saling melengkapi: kemampuan untuk berbagi informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi yang berbeda (baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal).
9.      Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan sesuai dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing.
10.  Kolaborasi: Kemampuan bekerjasama dengan petugas kesehatan dari profesi yang lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
11.  Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antarprofesi kesehatan mengenai masalah kesehatan pasien.

2.2 Prinsip Kesetaraan
Pengakuan diri dalam diri seorang komunikator dan komunikan bahwa keduanya saling menghargai, saling mempengaruhi, dan memiliki sesuatu yang penting untuk dibagi kepada yang lain Merupakan salah satu faktor komunikasi interpersonal  (keterbukaan, empati, saling mendukung, sikap positif, kesetaraan). Tidak memaksa untuk saling menyamakan pendapat, tetapi untuk saling menghargai. Fungsinya adalah sebagai pembatas kebebasan berkomunikasi. Peranan Komunikasi Interprofesional, yaitu :
1. Menerapkan prinsip kesetaraan dan saling membantu
2. Melakukan diskusi dan negosiasi
3. Menjaga sikap dan etika
4. Penerapan komunikasi dua arah dan media yang efektif
5. Mengetahui pengetahuan yang dimiliki sejawat dan mitra profesi kesehatan lain

2.3 Penerapan komunikasi dengan sejawat dan mitra profesi kesehatan lain
Penelitian telah menunjukkan bahwa semangat kerjasama antar petugas kesehatan sangat penting bagi suksesnya suatu pelayanan kesehatan.bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugaskesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.
Cara Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa tulisan dan atau komunikasi yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk komunikasi tertulis antara lain rekam medik, resep serta surat edaran. Pada rekam medik, riwayat penyakit, diagnosis, rencana kerja dan instruksi pengobatanpasien dituliskan.Penulisan resep pada dasarnya adalah memberikan instruksi kepada petugas apotik untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan keinginan si penulis, sedangkan surat edaran biasanya dikeluarkan oleh direktur utama rumah sakit, direktur medik, atau kepala divisi, bergantung isi dan kepada siapa surat edaran tersebut ditujukan.
Cara komunikasi lainnya antar petugas kesehatan adalah komunikasi verbal dan non-verbal.Cara ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya komunikasi interpersonal yang melibatkan dua atau beberapa orang saja, atau dalam bentuk pertemuan yang bisa melibatkan banyak orang.Pada komunikasi interpersonal, komunikasi verbal dan non-verbal digunakan baik secara tersendiri, atau sebagai pendukung dari komunikasi tulisan yang dilakukan.Sebagai contohseorang dokter yang telah menuliskan instruksi pengobatan, menjelaskan instruksinya tersebut kepada perawat atau bidan.Konferensi kasus merupakan contoh pertemuan yangdiharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik bagi pasien.

Masalah Komunikasi
Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawatpasien untuk memberikan instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter ruangan atau perawat/ bidan untuk melaksanakan pengobatan atau pemeriksaan penunjang.Masalah yang sering timbul adalah tulisan yang sulit dibaca oleh petugas lainnya, bahkan kadang-kadangpenulis sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat membaca kembali tulisannya. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah dokter lain tidak dapat memahami situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan perawatan dengan baik. Perawat atau bidan juga tidak dapat membaca instruksi yang seharusnya dilakukan.Tidak jarang klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal pembicaraan melalui telepon terkadang tidak mudah dilakukan karena koneksi yang buruk atau dokter tidak mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila tidak dapat berkomunikasi dengan pemberi instruksi, sebagian petugas menunda pekerjaan tersebut, atau menduga-duga instruksi apa yang harus dilaksanakan. Instruksi yang kurang jelas dan tidak diklarifikasi dapat berakibat fatal bagi pasien.

Penyebab
Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan, yakni: (1) role stress, (2) lack of interprofessional understanding, dan (3) autonomystruggles. Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena pada gilirannya akan mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien.
Role Stress.Menghadapi pasien setiap hari bukanlahsuatu hal yang mudah. Petugas kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nyawa seseorang, misalnya menentukan diagnosis penyakit fatal, menjelaskan pengobatan yang kadang-kadang tidak menjanjikan kesembuhan, menginformasikan prognosis yang tidak baik atau harus memberikan obat yang harganya sulitdijangkau oleh pasien. Hal-hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbalnya dengan sesamapetugas. Ada 2 hal yang termasuk dalam role stress, yakni
role conflict dan role overload.
Lack of interprofessional understanding.Kitamengharapkan semua petugas kesehatan memahami perannya masing-masing dalam lingkungan kerjanya.Dalam praktiknya, ternyata tidak demikian.Walaupun telah ada kemajuan dalam memahami peran petugas lainnya, kebingungan atau kesalahtafsiran tentang peran dari masingmasing petugas masih sering terjadi.
Autonomy Struggles. Faktor ketiga adalah masalahotonomi, yakni “the freedom to be self-governing or selfdirecting”.Pentingnya otonomi digarisbawahi oleh Conway, yang menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi sangat penting agar petugas dapat memenuhi peran profesinya.Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat memacu ketegangan interpersonal.Perawat misalnya sering menyatakan kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka untuk pengambilan keputusan yang sederhana tetapi penting bagi keamanan atau kenyamanan pasien.Di dalam menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas kesehatan memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.

Pemecahan Masalah
Beberapa usaha perlu dilakukan dengan cara menghilangkan atau mengurangi role stress dengan cara membuka wawasan mahasiswa kedokteran, perawat, bidan dan sebagainya, tentang perannya masing-masing dalam dunia kerja nyata, serta khususnya dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi role overload, perlu dilakukan pengaturan jumlah pasien yang harus ditangani oleh petugas kesehatan.
Di dalam suatu institusi kesehatan, diperlukan beberapa hal yang bersifat pembenahan manajerial yakni:
 (1) memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masingpetugas dalam suatu fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing petugas,
(2) memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan kewajiban dan kemampuannya, dan
(3) mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling melengkapi Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikkan cara-cara komunikasi interpersonal yang baik termasuk komunikasi verbal dan non-verbal.
Tidak berbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap petugas kesehatanseyogyanya menerapkan keterampilan komunikasi interpersonalnya bila berhadapan dengan sesama petugas kesehatan.Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan penulisan yang jelas, dan bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non-verbal yang sesuai. Menciptakan situasi yang nyaman dalam lingkungan kerja perlu dilakukan dan sebenarnya sangat mudah dilakukan bila semua petugas kesehatan menyadari bahwa hasilnya akan sangat bermanfaat bagi pasien yang telah memberikan amanah kepada mereka, bukan kepada orang lain, untuk merawat.


 Referensi

Aprianingsih., Hippy, N. S. I., 2003. Metode pendidikan kesehatan masyarakat, Ed. 2.       Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Basuki, Endang. 2008. Komunikasi antar Petugas Kesehatan. Dalam Majalah                     Kedokteran Indonesia vol. 58 no. 9
Sudarma, M. 2008. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Kumala, P. 1995. Manajemen pelayanan kesehatan primer. Jakarta: Buku Kedokteran                   EGC 
Office of Interprofessional Education & Practice, Queen’s University. Communication for patient safety: timely open communication for patient safety. Ontario, Canada
Interprofesssional Education (IPE), Communication,and Interprofesional Teamwork. http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/598/589 [Accessed: 8 Maret 2015]
Effective Interprofessional Teams. 2008. http://www.cmnzl.co.nz/assets/sm/8307/61/InterprofessionalTeamworkFri2pm.pdf [Accessed: 8 Maret 2015]

Doctor-patient communication and preferred terms.2012. http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/viewFile/1124/1031 [Accessed: 8 Maret 2015]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRUKTUR ORGANISASI SEL

STRUKTUR SEL Sel memiliki 3 subdivisi utama      1.  Membran Plasma           Membran Plasma adalah suatu struktur membran yang sangat tipis yang membungkus setiap sel. Membran plasma memisahkan isi sel dari lingkungan sekitar. Membran Plasma menjaga cairan intrasel (CIS) tetap berada di dalam sel dan tidak bercampur dengan cairan ekstrasel (CES) di luar sel. 2.  Nukleus Nukleus berfungsi mengatur sebagian besar aktivitas sel, pusat pengendali sel, dan mengendalikan fungsi metabolisme. Nukleus berisi bahan genetik sel, asam deoksiribonukleat (DNA), yang memiliki dua fungsi penting :                    (1) mengarahkan sintesis protein                    (2) berfungsi sebagai cetak biru genetik selama replikasi sel. 3. Sitoplasma Sitoplasma terdiri dari sitosol dan organel. Sitosol dibentuk suatu massa setengah cair seperti gel yang berisi anyaman protein yang dinamai sitoskeleton. Organel-organel yang terdapat di sitoplasma: 1) Retikulum Endoplasma Retikulum

Kolaborasi dalam Tim Kesehatan

Oleh ___ 14065--- IPE-6 Pengertian Tim, Kolaborasi, dan Kerjasama Tim ( teamwork ) Tim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu perkumpulan dari beberapa orang yang membentuk suatu kelompok. Sebuah literatur organisasi mendefinisikan sebuah tim merupakan kumpulan individu yang saling ketergantungan pada tugas, tujuan, setelan, campuran profesi di tim (Canadian Health Services Research Foundation., 2006).  Dalam suatu tim, terdapat suatu hubungan kerjasama dari masing-masing anggota dan memiliki tanggung jawab untuk mencapai suatu keberhasilan atau suatu tujuan yang telah diciptakan dan disetujui bersama. Kolaborasi adalah s uatu inisiasi atau kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antar pekerja yang memiliki profesi berbeda yang saling bekerja sama dalam kemitraan yang ditandai dengan adanya tujuan yang hendak dicapai bersama; pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan dan perbedaan masing-masing; adil dan efektif dalam pengambilan keputusan; terjalinnya