Bantuan Hidup Dasar berdasarkan American Heart Association (AHA) Guidelines 2015
Pendahuluan
Sekitar 75% pasien yang mengalami henti jantung (cariac arrest) terjadi pada saat di rumah.
95% pasien henti jantung meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
Kematian dapat dihindarkan jika semakin banyak orang mempu melakukan resusitasi jantung paru.
Kemungkinan hidup pasien yang mengalami henti jantung akan berkurang 10% setiap menit.
Dalam rentang 3-8 menit organ tubuh khususnya otak dan jantung akan mati jika tidak mendapatkan suplai oksigen yang adekuat.
Peluang keberhasilan dilakukannya RJP pada pasien henti jantung, yaitu keterlambatan selama 1 menit memiliki peluang keberhasilan sebanyak 98%, keterlambatan selama 3 menit memiliki peluang keberhasilan sebanyak 50%, dan keterlambatan selama 10 menit memiliki peluang keberhasilan sebanyak 1%. Sehingga pasien yang mengalami henti jantung harus segera dilakukan tindakan resusitasi jantung paru untuk meningkatkan peluang keberhasilan.
Indikasi dilakukan resusitasi jantung paru, yaitu henti jantung dan atau henti napas.
Tujuan dilakukan resusitasi jantung paru, yaitu mencegah berhentinya sirkulasi dan atau pernapasan serta memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi.
Perubahan sekuens (langkah) dalam resusitasi jantung paru dari yang awalnya Airway > Breathing > Circulation menjadi Circulation > Airway > Breathing.
Langkah-langkah melakukan resuistasi jantung paru menurut AHA 2015 Guidelines Update, yaitu D R S C A B (Danger Response Shout Circulation Airway Breathing)
Danger : Pastikan keamanan dalam melakukan resusitasi jantung paru. Aman diri, Aman lingkungan, Aman pasien (3A)
Response: Menilai respon pasien dengan Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU). Pasien tidak sadar (Alert), tepuk bahu dan teriak "Pak/Bu buka matanya" (Verbal), jika tidak merespons rangsang nyeri pada sternum (Pain), jika tidak ada respon nyeri dari pasien berarti pasien tidak merespon (Unresponsive)
Shout For Help: Jika pasien tidak memberikan respon segera panggil bantuan dengan cara berteriak "Tolong! ada orang tidak sadarkan diri" minta panggilkan ambulans jika kejadian berada di luar rumah sakit. Jika kejadian ada di rumah sakit maka minta panggil tim code blue.
Circulation: Look Listen Feel. Cek napas dan nadi secara bersamaan kurang dari 10 detik. Cek nadi dengan meraba nadi karotis 2-3cm dari samping trakea, jika posisi penolong berada di kanan maka cek nadi karotis sebelah kanan, jika penolong berada di posisi kiri maka cek nadi karotis di sebelah kiri. Cek napas dengan cara mendekatkan pipi ke arah hidung pasien sambil melihat pengembangan dada pasien. Jika nadi tidak teraba maka beri kompresi sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi. Jika nadi teraba maka berikan 1 kali ventilasi setiap 6 detik atau 10 kali ventilasi per 1 menit.
Untuk melakukan kompresi pertama yaitu atur posisi. Posisi pasien terlentang di atas permukaan yang keras dan datar. Posisi penolong berlutu di samping pasien dan berdiri disamping tempat tidur pasien. Letakkan tumit dan telapak tangan pada pertengahan dada (seperdua bawah sternum) dengan telapak tangan ditumpuk dengan jari ditautkan. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong mengkompresi dada lurus ke bawah 5-6 cm secara teratur dengan kecepatan 100-120 kali per menit. Lakukan 100-120 kali per menit tidak terlalu cepat atau terlalu lambat, hal ini supaya paru dapat mengembang kembali.
Pada dewasa dan remaja kedalaman kompresi, yaitu 5-6 cm atau 2-2,4 inch dengan rasio 30 kompresi dan 2 ventilasi yang dilakukan 1 atau 2 penolong dengan posisi dua tangan pada seperdua bawah sternum.
Pada anak-anak usia 1 sampai dengan puber kompresi dilakukan dengan kedalaman 1/3 diameter dada dengan 30 kompresi dan 2 ventilasi jika ada 1 penolong, dilakukan 15 kompresi dan 2 ventilasi jika ada 2 penolong dilakukan dengan posisi dua atau satu tangan pada seperdua bawah sternum.
Pada bayi di bawah 1 tahun kompresi dilakukan dengan kedalaman 1/3 diameter dada dengan 30 kompresi dan 2 ventilasi jika ada 1 penolong dengan posisi tangan 2 jari di bawah nipple line, namun jika ada dua penolong dilakukan 15 kompresi dan 2 kali ventilasi dengan posisi 2 jempol di bawah nipple line.
Airway: terdiri dari dua tahap, yaitu membersihkan jalan napas dan membuka jalan napas. Untuk membuka jalan napas dilakukan Head tilt dan Chin Lift untuk pasien yang tidak dicurigai trauma cervikal. Pada pasien suspek cedera cervikal gunakan jaw thrust.
Ada sekitar 0,12%-3,7% pasien henti jantung mengalami cedera cervikal. Risiko cedera cervikal meningkat jika pasien mengalami cedera pada bagian kepala dan muka atau dengan GCS < 8.
Breathing: Beri napas (ventilasi) 2 kali dengan volume tidak dengan menggunakan teknik, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, atau mouth to stoma. Namun lebih baik jika ventilasi diberikan dengan menggunakan bag valve mask dengan cara memegang BVM dengan teknik "EC Clamp". Caranya, yaitu ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C dan memegang masker, tiga jari lainnya membentuk huruf E dan mengekstensikan kepala.
Evaluasi: evaluasi ini dilakukan setiap 2 menit. Jika napas dan nadi tidak ada maka berikan kompresi 30 kali dan ventilasi 2 kali. Jika napas tidak ada dan nadi ada maka berikan ventilasi 10 kali dalam waktu 1 menit. Jika napas dan nadi ada maka berikan recovery position.
Resusitasi jantung paru dihentikan jika
1. Sirkulasi & Ventilasi spontan
2. Penolong kelelahan
3. Pasien dengan Do Not Assist Resucitation (DNR)
4. Ada tanda-tanda kematian (kaku mayat, lebam mayat, pupil lebar, refleks cahaya (-)
Komplikasi dari resusitasi jantung paru:
1. Akibat bantuan napas: Inflasi gaster, regurgitasi
2. Akibat kompresi: Fraktur iga, penumotoraks, hemotoraks, kontusio paru, laserasi hati dan limpa, emboli lemak
Komentar
Posting Komentar